Tuesday 30 December 2014

Lelaki yang Kehilangan

Kepada angin yang bertiup diatas atap :
Adakah kabar baik untuk seorang lelaki yang diam menunggu paginya yang tak pernah kembali ?
Atau, adakah pesan terakhir dari senja yang perlahan tenggelam meninggalkannya diujung cakrawala yang dititipkan kepadamu ?
Seorang lelaki yang duduk diam dengan rindunya kepada pagi dan tanyanya kepada senja yang tenggelam tanpa meninggalkan pesan.
Seorang lelaki yang mencari bayangannya yang ditelan gelap malam, yang berdiri celingukan seperti anjing kehilangan tulang.
Seorang lelaki yang tidak peduli dengan waktu, sebab siangnya juga hilang, dia hanya memiliki gelapnya malam.
Seorang lelaki yang menelan keyakinan, sebab janjinya juga menghilang, mungkin dirobek buta kala dan dihanyutkan pada parit parit yang mengalir sampai lautan.
Kepada angin yang bertiup diatas atap :
Bisakah kau membawa rapalan doa lelaki yang kehilangan itu dalam gulungan angin dan menyampaikannya kepada Sang Pencipta ? Aku kasihan menatap dia yang tertunduk didepan cermin.

Terima Kasih, 1000 Bahagia

Bahagia tercipta dari mana saja.
Kebersamaan, canda, tawa.
Mereka adalah sumber sumber bahagia.
Mungkin bahagia adalah ketika kamu mampu menggenggam tangannya dan membuatnya nyaman bersamamu.
Mungkin bahagia adalah saat kamu berbagi cerita bersama sahabat sahabatmu dan kamu sedang tertawa oleh karena kebodohan dimasa lampau, entah kebodohanmu atau kebodohan sahabat sahabatmu.
Tetapi mungkin, bahagia serupa mimpi yang menjadi nyata, angan yang mampu membuatmu tersenyum dan sekarang kamu memilikinya.
Bahagia tak ubahnya anugerah yang seharusnya disyukuri, berterima kasih kepada Tuhanmu dan orang orang yang mewujudkan mimpimu.
Maka ketahuilah, aku sedang bahagia. Sebab mimpiku sedang menjadi sedikit terang.
Seperti halnya anak kecil yang diberi kado mainan impiannya, mungkin seperti itu aku saat ini.
Terima kasih kepada kalian, sebab dengan kalian aku memiliki sedikit mimpi kecilku. Terima kasih, untuk Tuhan yang memberiku umur panjang hingga saat ini, 23 tahun aku sudah diperhatikan oleh-Nya.
Terima kasih.

Friday 26 December 2014

Rak Rak Buku Dan Kereta yang Berjalan Di Rel Tua

Pada rak rak buku yang berdebu, pernahkah kau menyadari satu hal ?
Yang tersisip disana adalah tulisan dari masa lampau.
Pada kertas kertas yang kecoklatan dan bau yang cukup aneh.
Lembar lembar yang tersisip disana adalah bagian dari kenangan yang bewujud nyata dan kau bisa dengan mudah membacanya.
Buku buku yang berbendel dan terjahit dengan benang.
Buku yang tebal, yang didalamnya masih menggunakan ejaan soewandi.
Apa kau memperhatikannya ?
Sesuatu yang tak kau perhatikan namun aku ingat setiap detilnya.
Begitulah kamu yang sedikitpun tak peduli apa yang ada disekitarmu.
Seolah kau hanya kereta yang melaju pada rel yang sudah tua.
Yang melewati segalanya tanpa memperhatikan apa yang ada disekitarnya.
Terkadang hanya melaju tanpa aba.
Baik memang jika kau terus berjalan maju.
Meninggalkan masa lalu yang sudah habis dimakan waktu begitu detik juga melangkah maju.
Tetapi ketahuilah, aku bagai matahari yang selalu bersamamu.
Menemanimu melangkah maju, terbit dan terbenam sebagai penanda waktumu.
Yang kau campakkan saat bosan dari hangatku.
Yang kau rindui saat dingin mendekap tubuhmu.
Aku yang menyapamu dipagi hari, berharap aku yang pertama mengucap itu dan kau mengingatnya. Tapi kurasa tidak.
Aku yang menulis baris baris indah, memujimu agar kau tahu, betapa aku jatuh diperaduanku. Padamu.
Namun kamu, kamu hanya gema pada muka muka danau.
Yang bergerak kemudian diam.
Diam yang menelanku dalam bimbang.
Bimbang yang membawaku pada satu titik yang melelahkan.
Aku hanya buku yang terselip pada rak tua berdebu, dimana kamu hanya melewatinya. Tanpa memiliki keinginan ingin mengetahui apa yang didalamku.
Kau kereta yang berjalan diatas rel tua dimana aku senja yang tak kau pedulikan cahayanya.

Tuesday 23 December 2014

Kepada Perempuan yang Dipuji Lelakinya

Kepada perempuan yang diberkati untuk dipuja lelakinya.
Kamu adalah perempuan yang mandiri, yang tidak merengek seperti seorang bayi saat lelakimu sedang bermalas malasan dengan kopi dan batang rokok dihari liburnya. Namun kamu seketika menjelma menjadi kucing yang manja untuk membuat lelakimu gemas dan berlama lama diatas tempat tidurnya.
Kamu adalah perempuan yang pandai, yang mudah mengerti apa mau lelakimu dan dengan sigap melakukannya. Namun seketika jadilah penuntut yang juga ingin dimengerti, ingatkan lelakimu untuk setiap hak yang kamu miliki.
Kamu adalah perempuan yang tulus, yang rela terbangun saat fajar. Menyiapkan sarapan untuk lelakimu dan kemudian membangunkannya. Ingatkan dia, bahwa wajib bagi lelakimu untuk mencari alat tukar kebutuhan dan mensejahterakan hidupmu.
Kamu adalah perempuan yang memang seharusnya dipuja lelakimu, saat kamu bersanding dengannya kelak, patrikan dalam benakmu setiap kewajiban yang harus kau upayakan dan terbukalah untuk setiap hakmu pada lelakimu. Berikan lelakimu kebebasan yang dia inginkan selagi itu tidak menyimpang dari janjinya dan memberatkanmu. Dan ketahuilah bahwa lelakimu terkadang memujimu dengan cara yang bahkan kau tak menyadarinya.
Kepada perempuan yang diberkati untuk dipuja lelakinya, jadilah perempuan yang mampu meluruskan jalan lelakimu ketika ia melenceng dari yang seharusnya.
Dan kepada perempuan perempuan yang seperti itu, kami lelaki akan selalu memujimu dan berterima kasih kepadamu.

Wednesday 17 December 2014

Rumah, Laci Laci Kecil Di Kepalamu

Bumi perputar pada kisaran waktu yang tidak diketahui.
Mungkin kita akan menua dan mati.
Mungkin kita akan menjadi bangkai pada saatnya nanti.
Tetapi saat ini kita hidup dan tidak tahu untuk apa kita hidup.

Setiap hari yang telah berlalu, mereka tidak hilang.
Mereka tidak menguap seperti halnya genangan air dijalan jalan.
Mereka memiliki rumah, laci laci kecil dikepalamu.
Mereka bersembunyi disana, menantimu untuk membukanya.

Kenangan demi kenangan tersusun rapi didalam kepala.
Entah itu kenangan manis atau kenangan yang rasanya ingin kau lupakan.
Mereka hidup dan menantimu.

Aku tidak memintamu untuk mengingat hari dimana kita bersama.
Aku tidak memintamu kembali ke masa dimana masih ada rasa pada definisi kita.
Tetapi aku hanya ingin kau tahu.
Bahwa aku masih hidup didalamnya.
Disalah satu laci didalam kepalamu.
Aku hanya memohonmu untuk membuka laci disana.

Satu hari aku memohon untuk kamu mengembalikan kekitaan kita.
Kemudian aku terlengkapkan kembali dengan menggenggam tanganmu.
Kemudian kau boleh meninggalkanku.
Sebab mungkin saat itu aku sadar, bahwa kau tidak akan pernah kembali.
Bahwa aku hanya dandelion yang lepas dari tangkainya.
Aku harus terbang dan mencari tanahku.
Sebab kamu adalah tangkai dimana aku tidak dapat mengakar padamu.

Aku adalah dandelion yang terbang sebelum saatnya aku lepas dari tangkai yang kudekap.
 

Saturday 6 December 2014

Berjanjilah

Berjanjilah, ketika kau tak menginginkanku. Bencilah aku.
Berjanjilah, ketika hadirku tak berguna untukmu. Jangan paksakan dirimu untuk menemuiku.
Berjanjilah, jika waktu telah mengurungmu dalam sendu. Jangan pernah menghubungiku dengan pilu.

Sebab mungkin aku yang sekarang masih rapuh untuk merelakan.
Aku masih terkutuk pada kebiasaan kebiasaan yang kau berikan.
Terjaga di pagi hari hanya untuk secangkir kopi ataupun memberondongi cerita pada senja diujung cakrawala.
Aku masih menemukan sedikit bahagia disana.

Sebab suatu hari, jika kau mencariku aku tak akan lagi ada.
Sebab aku telah pada titik seseorang yang benar benar merelakanmu.
Sebab aku telah menemukan bahagiaku.
Sebab aku telah sepenuhnya sadar bahwa cinta adalah tentang sebuah pengorbanan.
Untuk merelakanmu yang mungkin bahagia.

Friday 5 December 2014

Ketumbanganmu

Sebab debar ini milikmu.
Lalu bagaimana aku bisa hidup tanpamu ?
Sela jariku pernah terisi oleh jarimu.
Kita seperti puzzle yang saling mengisi.

Butir hujan jatuh menghantam tanah dan bagaimana aku yang tak bisa menatapmu yang tengah tergeletak.
Rebah, kau rebah dalam keputus asaan.
Tumbang dalam takdir yang hanya kau pasrahkan.

Lihatlah tanganku yang mengulur untukmu.
Aku ingin membangkitkanmu.
Jangan pasrah dengan keadaan, kau bukan kaca yang sudah tidak bisa utuh setelah jatuh.

Kumohon, bangkitlah dan raih tanganku.
Sebab aku adalah yang menuntunmu pada bahagia tanpa ujung.
Namun aku tak lagi menerima sambut, seperti dulu.

Mungkin sepertinya hadirku tak lagi berarti.
Seperti kopi yang berdiri diantara tawa.
Yang hanya dibiarkan dingin.
Sampai sadar.
Keterlanjuran membuatnya tak lagi dapat dinikmati.

Tuesday 4 November 2014

Datangnya Hujan

Hujan bukan saja perkara tentang sedih dan rindu, sebab semesta mampu menggambar segala rasa.
Mungkin seperti :

Kamu jatuh seperti hujan, dimuka muka hati yang membutuhkan senyum agar hidup. Karena hujan kamu jatuh, sebab hujan kamu hadir.

Hujan tak berbisik nyeri, harmoninya indah. Begitu banyak orang yang menikmatinya dengan minuman hangat, entah kopi atau teh. Mungkin juga susu. Tapi yang ternikmat dari hujan adalah menikmatinya bersamamu.

Kelak hujan hadir dibulan yang sama, seperti bulan ini. Dengan kita yang sudah diberanda rumah kita menikmati dinginnya. Kamu akan mengecupku di beranda rumah.

Hujan tak membawa petaka, mereka jatuh membawa kehidupan. Aku pohon yang meranggas akibat musim panas dan kamu harapan yang turun dari langit.

Bumi menyambut hujan ketika dia datang dan menyimpannya didalam. Seperti aku, yang akan menyambutmu datang dan tak akan melepaskannya lagi.

Thursday 30 October 2014

Hujan Yang Menghujani Rumahmu

Semesta hanya bergeming, pada malam yang telah dihujani rindu.
Tidak ada angin yang berhembus.
Semoga hujan juga telah menghujani rumahmu, agar kau tahu rinduku ini riuh memanggil kamu.
Semoga ditempatmu terasa dingin, maka begitupun aku yang merasa seperti itu.
Ketanpaanmu membekukan diri.
Sebenarnya aku ingin memohon, atau mengemis, sebab kekosonganku hanya bisa diisi kamu.
Daun jatuh pada tanah yang masih basah, begitupun aku yang akan cepat digerogoti belatung brengsek.
Lalu bagaimana lagi aku membunyikan rinduku ?
Ucapku sudah berantakan.
Aku, tak tahu lagi bagaimana aku merangkai kata kataku.

Monday 27 October 2014

Jika Cinta Adalah Kamu

Jika cinta adalah kamu, ijinkan aku mencintaimu.
Jika cinta adalah kamu, maka rindu adalah peluru.
Jika cinta adalah kamu, senyum itu pastilah untukku.
Jika cinta adalah kamu, aku akan tahu untuk apa degup ini hidup.
Jika cinta adalah kamu, nadi nadi surga bergemuruh untukmu.
Jika cinta adalah kamu, seharusnya kamu tahu.
Jika cinta adalah kamu, maka matiku jika kehilanganmu.
Jika cinta adalah kamu, kumohon kembali dan hidupi aku.

Kopi Sabat

Adalah aku, yang merindukanmu terlalu dalam.
Adalah aku, yang menantimu datang pada pagi dengan secangkir kopi.
Adalah aku, yang tak berkesudahan merapalkan namamu, pulang, dan sayang.

Jika ada yang menggambarkan rindu pada sebuah pagi, itu kopi.
Yang hangat dan tanpa gula.
Yang harumnya sudah kukenali.
Yang didekap erat jemari hilangkan gigil dipagi hari.
Yang pekat, sebab pagi menarik fajar. Sebab gelap tak lagi semburat.

Kau adalah kopiku dipagi sabat.

Tentang Jodoh

Aku selalu yakin, bahwa jodohku sedang bersembunyi, seperti bintang dilangit malam ini. Bersembunyi dan malu.
Sebenarnya aku penasaran akan seperti apa bentuknya, rambutnya panjang atau pendek, suka dengan kopi yang diberi gula setelah diseduh juga ?  Atau kamu memang tidak menyukai kopi ? Lalu bagaimana dengan teh atau buku ? Kau menyukainya ? Lalu bagaimana kamu akan datang ? Aku yang menunggumu atau aku mencarimu ? Sebab ketahuilah, satu langkahku menujumu, satu langkahmu menuju padaku.
Jangan datang dengan dengan tergesa, nikmati dulu hidupmu, buatlah beberapa cerita seru didalamnya untuk kau ceritakan kepadaku nantinya. Tapi tenanglah, aku tidak akan menanyakan atau meminta untuk kamu bercerita hati mana saja yang sudah sempat kamu singgahi. Sebab ketahuilah mereka hanya anak tanggamu menujuku, jodohmu.
Beritahu aku jika kamu akan datang, biar aku bersiap untuk menyambutmu. Semoga saja aku tidak tuli saat itu, ketika kamu datang dan mengetuk pintu hatiku agar kau tak menunggu terlalu lama untuk aku membukakan pintunya. Aku takut jika kamu bosan dan kamu pergi, lalu aku menunggumu lagi, menghabiskan waktuku sendiri lagi. Sendiri.
Tentang jodoh, dia adalah ketidak tahuan yang selalu aku doakan. Semoga Tuhan masih menjaganya untukku dan memberikannya saat aku benar benar siap menerimanya dan mampu menjaganya. Karena aku takut jika Tuhan marah kepadaku jika aku tidak mampu untuk itu.
Tentang jodoh, mungkin saat ini aku masih benar benar brengsek untuk memilikinya, tapi saat aku siap dan dia datang, aku bersumpah untuk selalu setia padanya, segala milikku adalah milikmu. Dan segala yang dia miliki akan kujaga dengan baik.
Tentang jodoh, aku tidak mengharapkannya datang dengan kesempurnaan, sebab akupun tak akan pernah sempurna, karena dia adalah yang menyempurnakanku, yang membuatku utuh, tanpa kecompangan.
Tentang jodoh, aku tak tahu siapa dia, bagaimana wujudnya, pula bagaimana dia datang. Mungkin dia pernah datang namun tak ku pedulikan. Mungkin dia pernah datang namun aku sia siakan. Jika benar, maafkan aku. Kelak jika aku sudah siap, dia akan kembali dan aku tidak akan menyia nyiakannya lagi. Tidak akan acuh lagi.
Tentang jodoh, sebab yang dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan siapapun. Maka tenanglah, sampai mati dia tak akan pernah takut sendirian. Sebab aku akan selalu bersamanya.

Tuesday 21 October 2014

Kamu Nakal

Kamu nakal, sesukanya saja bermain main di otakku kemudian pergi.

Kamu nakal, membuatku candu hanya dengan menarik tiga otot pada bibirmu, membuat senyum indah yang kupikir hanya untukku.

Kamu nakal, seenaknya saja meniupkan harapan untukku dapat memilikimu, padahal belum tentu.

Kamu nakal, membuat pekik pekik yang mudah kurekam, kemudian dia memutar suara tersebut lagi saat kau tak ada.

Memang kamu ini nakal, datang dan pergi sesuka hati, sementara aku berharap kamu selalu disisiku

Monday 13 October 2014

Sepertinya, Aku (tidak) Merindukanmu

Labirin kebingungan.
Tak ada seorangpun yang tau mengapa.
Tembok tembok ini tak menggemakan sesuatu.
Hari tak akan berganti sepertinya.
Tak akan berganti.
Tak akan.
Hanya riuh yang tersuar.
Tidak ada makna terdengar.
Mungkin hanya riuh.
Mungkin hanya lisan.

Aku tak merindukanmu.
Aku bersumpah tidak.
Disetiap kerling matamu aku lupa.
Disetiap pekik diujung tawamu tak ada.
Disetiap geliat lidahmu, aku tak merasa.
Tenanglah, sepertinya aku sudah tidak merindukanmu.
Sepertinya tidak.
Sama sekali tidak.

Sunday 28 September 2014

Selamat Ulang Tahun, Albert

"Jika waktu adalah peluru, pikirkan setap lesatannya. Sebab tak ada yang dapat dikembalikan dari waktu yang sudah berlalu."
Pada ruang yang pengap ini ada lelaki yang duduk dengan tertunduk, pada bangku kayu yang sedikit usang. Diatasnya ada lampu kecil yang berpendar tipis, yang hanya menyinari pria tersebut. Kemeja itu nampak lusuh, dengan bercak hitam didadanya. Dia mengenakan celana jeans hitam yang dibagian pahanya nampak basah mungkin karena keringat yang menetes dari dahinya. Tangannya hanya jatuh kebawah dan pasrah.
Dihadapanya ada seorang pria, dengan mata menyala. Mata yang menyorot tajam dan dipenuhi dengan amarah yang seraya sudah menumpuk sejak lama. Tangan kanannya mengepal keras, seolah ada benda yang ingin dia hancurkan didalamnya. Nafasnya berat, rokok yang menyumpal di mulutnya tak membuat mata pria itu pedih. Seolah amarah sudah habis membakar dirinya.
****
Siang itu kantin kampus begitu ramai, banyak mahasiswa yang berada didalamnya hanya untuk menghabiskan rokok, makan atau sekedar menikmati minuman dingin. Sebab cuaca begitu panas, matahari sedang bahagia, sebab dia tersenyum diatas kita.
Begitu juga dengan Albert dan Edward. Mereka duduk di depan kantin itu, tempat favorit mereka untuk menghabiskan waktu disela sela waktu mereka. Mereka adalah sahabat, Edward sang pendiam dan Albert si periang. Mereka bersama sejak awal kuliah dimulai, dan mereka selalu berbagi satu sama lain.
Mona, gadis cantik yang menarik mata setiap adam disana. Lesung pipinya begitu manis ditambah tataan giginya yang begitu rapih menambah senyum indah di wajahnya. Rambut pendek dengan warna blonde membuatnya semakin menggemaskan. Tatapannya ramah, seolah setiap orang akan betah berlama lama dengannya. Dia sempurna yang hidup, yang berjalan mendekat ke arah mereka. Dia berjalan dengan anggun memakai celana jeans biru muda dan blouse hitam lengan pendek.
"Dia siapa Chard ?"
"Mona, kenapa ?"
"Dia cantik, kenalin dong."
Ya, tidak ada yang dapat menolak untuk jatuh hati kepada Mona, Mona Allisia.
"Ya sudah aku kenalin, tapi traktir makan ya ?"
"Nyet..."
Richard sudah memendam rasa sejak lama kepada Mona, teman SMA-nya yang hanya dia pandangi ketika masih di bangku sekolah. Namun bagaimanapun Albert adalah sahabatnya dan dia tidak pernah menolak permintaan Albert. Albert sudah begitu baik terhadapnya, disaat Richard butuh bantuan Albert, dia selalu ada. Ini hanya permintaan kecil dari sahabat karibnya.
"Mon..." Richard memanggil Mona sambil mengangkat tangan kanannya.
"Hey, kamu Richard kan ? Apa kabar ? Kamu kuliah disini juga ?"
"Iya, baik. Loh kamu kuliah disini Mon ? Kok ga pernah liat ?"
"Iya, aku lanjutin S1 di sini. Dulu aku cuma ambil D3 di kampus yang lama. Yaampun lama juga ya ?"
Mona tersenyum, sangat manis. Richard teringat saat dia masih SMA, senyum dan keramahannya tak berubah. Sekalipun Richard jarang berbincang dengan Mona, Mona masih mengenalinya.
Albert menyenggol tangan Richard seraya mengingatkan agar Albert dikenalkan dengan Mona.
"Eh Mon, kenalin ini temen aku. Namanya Albert."
"Hai, Mona."
"Ya, Albert."
Albert tersenyum, dia menggenggam tangan mona saat bersalaman. Tangannya halus, Albert merasa sepeti menyentuh awan, tatapan Mona juga hangat. Albert jatuh cinta.
****
"Kau tahu dia itu milikku, tapi kenapa ? Kau sahabatku dia milikku !"
Pria yang berdiri dengan mata yang menyala seperti api itu berteriak kepada lelaki yang lemas terduduk di kursi, dia mengecap setiap perih. Merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Seperti ditusuk belati dikhianati lebih sakit dari itu.
"Disaat pertama aku bertemu dia, aku tahu ucapmu berat, jika kau mencintainya dari awal sebelum aku hadir. Kenapa kau tidak menceritakannya ? Aku ini sahabatmu brengsek ! Aku tidak akan mencintai yang kau cintai sebelumnya."
Pria itu hanya tertunduk, mungkin dia menyesal dan hanya mampu diam. Sadar bahwa dia telah mengkhianati sahabatnya sendiri. Tapi tidak ada cinta yang tidak butuh pengorbanan, mungkin mengkhianati sahabatnya adalah pengorbanan yang dia lakukan untuk mendapatkan cintanya. Cinta seperti jalan dimana kita berjalan diatasnya, entah kemana dia akan membawa kita.
"Kenapa ? Diam bukan berarti jawaban bajingan, asu !"
Pistol diarahkan ketubuh pria yang lemah itu, dia tidak peduli lagi siapa pria itu. "Dooorr" peluru itu melesat kearah pria yang hanya lemas terduduk itu.
****
Hari banyak berlalu, musim berganti, Albert dan Mona kini sudah menjadi sepasang kekasih. Banyak tawa diantara mereka. Bahagia ada bukan karena ada diantara mereka yang pandai melucu namun karena mereka bersama. Richard masih sendiri, namun dia juga bahagia melihat sahabatnya mencinta. Dia mengubur cintanya terhadap Mona, seseorang yang pernah dia kagumi. Seseorang yang bayangnya selalu hadir disetiap rebahnya menuju lelap.
"Chard, aku minta bantuanmu. Bisa kita bertemu bicara dan bertemu ? Aku tunggu di cafe jam 7 malam." Mona mengirimkan pesan teks tersebut kepada Richard.
Mona sudah datang lebih dulu, memesan makanan dan menunggu Richard. Richard datang agak terlambat.
"Kamu sudah menunggu lama ? Aku tidak melihat kendaraanmu di parkiran, aku pikir kamu belum datang."
"Tidak, aku tadi naik taksi, duduklah."
"Kamu ingin minta tolong apa ? Kalau bisa aku akan membantumu."
Richard memang orang yang ringan tangan, dia selalu mau jika dimintai tolong seseorang selagi bisa. Dia percaya, bahwa kebaikan akan membawa karma yang baik dalam hidupnya.
Mona menjelaskan ingin memberikan hadiah kepada Albert, dia meminta tolong kepada Richard untuk membantu mencarikan hadiah yang tepat untuk kekasihnya yang akan berulang tahun. Sebab Richard adalah karib Albert, dia pasti tahu apa yang disukai kekasihnya.
"Dia suka replika karakter animasi jepang. Dikamarnya ada banyak seperti itu, terutama replika Gundam. Mungkin itu favoritnya."
"Ada yang belum dia miliki ?"
"Mungkin Gundam Platina, dia pernah bercerita mau ke Singapura untuk membelinya. Sebab replika itu tidak dijual di Indonesia."
"Kita tidak mungkin ke sana."
"Kemarin aku mengantar ponakanku ke toko mainan untuk membeli Hot Wheels, dan aku melihat robot itu dipajang."
"Kita beruntung, besok temani aku membelinya."
"Baiklah besok sore kita kesana."
Wanita ini begitu perhatian terhadap kekasihnya, beruntung Albert. Pantas saja dia mencintainya lebih dari apapun.
"Sudah larut, sebaiknya aku mengantarmu pulang."
"Tidak, nanti aku merepotkanmu. Aku naik taksi saja."
"Tidak aman naik taksi sendirian jam segini, aku akan mengantarmu pulang."
Richard mengantar Mona pulang ke rumahnya yang sebenarnya tidak jauh dari cafe tempat mereka bertemu tadi.
"Chard, terima kasih sudah mengantarku pulang, mau mampir ?"
"Anggap saja aku hanya memastikan pacar sahabatku baik baik saja. Tidak terima kasih."
"Maaf kalau aku banyak merepotkanmu."
"Sudahlah, masuklah kerumah, aku titip salam saja sama orang tuamu."
Setelah Mona masuk kerumahnya,Richard meninggalkan rumah Mona. Dia membayangkan wajah Mona disepanjang jalannya menuju pulang. Tidak dapat dipungkiri bahwa Mona pernah hidup didalam hatinya. "Tidak, dia kekasih sahabatku. Aku tidak bisa jatuh cinta kepadanya." Ucapnya dalam hati.
Keesokan harinya Richard berangkat ke kampus, sebab hari itu dia ada jadwal kuliah hingga sore. Dan hari ini dia sudah berjanji untuk menjemput Mona dirumahnya setelah dia selesai dengan jadwal kampusnya.
Sore itu, senja cukup cantik. Richard sudah memarkirkan kendaraannya didepan rumah Mona. Sebelum mengetuk pintu dia merapikan sedikit baju dan rambutnya. Dia mengetuk pintu rumah yang bergaya modern minimalis itu.
"Permisi."
"Eh Chard sini masuk. Aku siap siap dulu. Duduk, biar mbok bikinin minum."
"Ngga usah Na, ngerepotin. Lagian kita langsung jalan habis ini."
Oke, tunggu ya."
Richard duduk di ruang tamu, kursi kursi berwarna pastel dan tembok yang dicat putih sangat pas. Ada bonsai plastik yang ditaruh di meja pojok dekat kursinya. Didepannya ada foto keluarga yang difigura, ada ayah dan ibu Mona di foto itu.  Disana ada Mona yang memakai dress merah dan disampingnya ada wanita, mungkin kakaknya.
"Hai, kok malah bengong liatin foto itu ? Itu kakakku, dia kerja di luar kota. Jangan ngarep, dia sudah punya pacar !"
"Tidak, aku hanya memandangi keharmonisan kalian."
Kemudian dia menengok kearah Mona, dia menggunakan dress warna orange yang dilapisi bahan satin warna putih yang membuat dress itu terlihat lembut. Rambut pendeknya dihiasi cepit berbentuk capung.
"Capung itu terlihat seperti hinggap di rumput yang kering."
"Jangan ngeledek ya."
"Tidak Mona, kamu cantik dengan semuanya." Kata hati Richard.
Mereka di mall, berjalan seperti sejoli yang kadang bercanda kadang saling cubit. Mereka sangat menggemaskan.
"Eh mon, mau kemana ? Disini."
Richard menunjuk toko mainan itu, kemudian meraih tangan Mona dan mengajaknya masuk.
"Ini Gundam Platina, benda yang dia suka."
"Ini serius harganya ?"
"Kenapa ? Ini barang limited, jarang jarang yang punya."
"Tapi aku ngga bawa sebanyak itu, sebaiknya kita cari yang lain."
Muka Mona tampak lesu, benda itu terlalu mahal dan uangnya tidak cukup. Senyum di bibirnya musnah. Richard mem perhatikannya.
"Udah pakai punyaku dulu, kapan hari kamu boleh menggantinya."
"Serius boleh ?"
"Iya."
Dia tersenyum lagi, dan Richard pun menatapnya. Richard merasa puas melihat senyum Mona lagi. Richard tidak bisa menolak suara hatinya. Dia masih menyimpan bayang Mona di sana.
"Udah dapet, makan yuk. Thanks ya udah minjemin."
"Yok, diatas ada resto yang enak banget katsu-nya."
Mereka makan malam, katsu di resto diatas mall tersebut. Resto itu cukup ramai, sebab tempat itu memang sudah terkenal sejak mall itu dibuka. Mereka menikmati makan malam mereka dengan bahagia. Mona mendapat hadiah untuk kekasihnya, Richard bahagia karena dengan Mona.
Setelah makan mereka pulang. Di jalan raya mereka bercanda. Pendar lampu jalan menjadi saksi kebahagiaan mereka.
Mobil Richard berhenti tepat didepan rumah Mona. Jalanan masih saja sepi. Warga ditempat itu tidak pernah keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga. Tidak ada kearifan lokal, tempat itu sudah terlalu modern.
"Aku antar kamu masuk, aku tadi tidak pamit orang tuamu. Tidak sopan jika aku tidak pamit sekarang."
"Ya udah, mampir dulu."
Richard pun mengantarkan Mona masuk ke rumahnya. Dia mengetuk pintu rumah Mona, namun yang membukakan pintu pembantunya.
"Loh mbok, papa mama belum pulang ?"
"Belum non, tadi telepon katanya tuan pulang besok pagi."
Orang tua Mona memang jarang dirumah, mereka sibuk mengurus pabrik konfeksi warisan dari kakek Mona.
"Yaudahlah Mon, aku balik aja."
"Serius ? Udah di depan rumah ga mau masuk ?"
"Kapan kapan lagi deh Mon."
Rupa rupanya Albert mengikuti mereka dari mall, tanpa sengaja Albert melihat mereka dari kejauhan. Mereka yang tampak mesra membuat Albert cemburu karena Mona adalah kekasihnya. Dia parkir jauh dari rumah Mona, supaya tidak ketahuan oleh mereka.
"Brengsek, apa yang dia lakukan. Dia berkencan dengan kekasihku."
Albert membuka dashboard mobilya, mengambil pistol yang dia selipkan dan mengisi pelurunya. Memasang perdam pada ujungnya agar tembakannya tidak mengeluarkan suara.
Richard keluar dari rumah Mona, dia terlihat bahagia karena ada senyum diwajahnya. Sebelum membuka pintu mobil, dia melihat ada bayangan yang mendekatinya. Ada seseorang yang datang dari gelap. Bayangan itu semakin mendekat, itu Albert. Wajahnya padam, terlihat dia benar benar marah. Dia mengeluarkan pistol yang dia genggam di tangan kirinya. Dia mengarahkan pistol itu ke sahabatnya, Richard.
"Bert, gue bisa jelasin ke lo."
"Bajingan."
Albert menarik pelatuknya, peluru sesaat langsung melesat menembus kepala Richard. Darah melompat dikepala Richard, seperti air yang dilempar batu. Richard terjatuh mulutnya mengeluarkan darah. Tanpa pikir panjang Albert menghampiri jasad Richard dan memasukkannya ke mobil Richard.
Albert mengendarai mobil Richard dengan cepat, dia meninggalkan mobilnya begitu saja. Dia berjalan ke arah pelabuhan, ke sebuah gudang tua yang sudah tidak terpakai. Dia memanggul jasad Richard dan didudukkan di sebuah kursi yang usang.
****
Peluru itu melesat menembus dada pria itu dan dia masih saja diam. Dia sudah mati sebelum ini.
"Kau teman paling bajingan yang pernah kumiliki ! Aku melihatmu berbincang dengan kekasihku disebuah cafe dan kamu mengantarnya pulang ! Aku tahu kamu tidak !"
Albert menggenggam pistol itu, rokok yang menyubal mulutnya hampir habis kemudian dia membuangnya. Dia mendekati jasad Richard yang sudah tidak berdaya, marah masih meledak dalam dirinya.
"Kau membohongiku ! Saat sore itu aku mengajakmu pergi, kau berkata ada acara dengan saudaramu namun kamu menjemput kekasihku. Sebenarnya apa maumu !"
Albert merasa dibodohi sahabatnya sendiri. Dia merasa dikhianati sahabatnya, perih itu menjalar disetiap nadinya.
"Dan aku mengikutimu, kalian bercanda seperti kalian sedang kasmaran, dan kau ! Kau menggandeng tangannya. Kau tidak menghargai aku sebagai sahabatmu !"
Dia menendang jasad sahabatnya, jasad itu seketika jatuh tak berdaya. Terlentang dan terlihat dua lubang pada kepala dan dadanya dengan darah yang sudah menghitam.
"Aku marah padamu, sengaja aku menunggumu dekat rumah kekasihku. Aku ingin membunuhmu, aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan. Aku merasa mati."
Albert meneteskan air matanya, bukan karena menyesal dia telah membunuh sahabatnya, melainkan dia sudah tidak mampu menahan rasa sakitnya. Sakit oleh pengkhianatan.
"Sekarang sahabatku, kau sudah menjadi bangkai aku juga menjadi mayat hidup. Aku mati."
Albert hanya duduk lemas, menangis dan kecewa oleh kelakuan sahabatnya. Hatinya hancur dikhianati kekasih sekaligus sahabatnya sendiri. Akan ada memar yang takkan pernah terobati dihatinya.
Di pagi hari dia pulang, membawa mobil sahabatnya yang telah dia bunuh. Mayat itu hanya ditinggal begitu saja, entah siapa yang akan menemukannya. Mungkin manusia, atau mungkin akan didahului anjing liar yang lapar.
Ditengah perjalanan ponsel Albert berdering. Dilayar ponsel itu tertulis "Mona" dengan foto kekasihnya yang tersenyum cantik.
"Sayang, selamat ulang tahun. Aku melihat mobil...."
"Sundal ! Asu !"
Albert memotong pembicaraan dengan kekasihnya. Sakit itu masih hidup didirinya.
Sesampainya dirumah, dia memarkirkan mobil Richard diparkiran rumahnya. Dia mengambil pistolnya dan menyelipkannya dibagian belakang celananya kemudian ditutupi bajunya.
"Aden baru pulang ? Dari mana den, itu kok bajunya ada darahnya ?"
"Ah iya bi, semalem nolong orang kecelakaan, abis jadi saksi baru bisa pulang."
Pembantunya khawatir sebab muka Albert nampak pucat dengan bajunya yang berdarah.
"Den kemarin Non Mona kesini sama Den Richard mengantarkan kado, sudah saya taruh dikamar Aden. Selamat ulang tahun ya den."
Albert tidak menjawab dan hanya berjalan menuju kamarnya.
Dia melihat sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado berwarna merah yang dihiasi "love" mengelilinginya. Dia berlalu melewati kado itu menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya.
"Sekarang aku adalah mayat hidup, aku bukan lagi orang yang pernah membunuh sahabat yang mengkhianatiku." Ucapnya didepan sebuah cermin sembari membasuh mukanya.
Dia keluar dari kamar mandi dan menatap kotak itu lagi. "Apa yang dia berikan padaku ? Dia ingin mengelabuiku dengan ini." pikirnya.
Dia membuka kotak itu, terlihat mika yang membungkus miniatur Gundam Platina dan sebuah kertas berenda dan berwarna merah muda. Itu adalah kartu ucapan yang ditulis kekasihnya.
****
"Sayangku, selamat ulang tahun. Jika kamu membukanya malam hari kado ini terlalu cepat untuk disebut kado ulang tahun. Ini kado untukmu, aku tahu kamu suka ini dari sahabatmu, Richard. Dia banyak membantuku untuk memilihkan hadiah yang tepat untukmu dan mengantarku untuk mencari hadiah itu untukmu. Kamu beruntung memiliki sahabat yang selalu mengerti kamu luar dan dalam, aku juga beruntung dia ada karena dia aku memiliki orang yang selalu ada untukku, alasan dari setiap senyumku dan sesuatu yang mengalir dalam nadiku. Sayangku, sekali lagi selamat ulang tahun. Semoga kamu tambah dewasa, dan  selalu mencintaiku. Aku tidak berharap banyak darimu, sebab aku sudah merasa dilengkapkan olehmu. Aku mencintaimu."
****
Air matanya menetes setelah membaca surat itu, sekarang dendam berubah menjadi sesal. Seorang sahabat yang begitu baik terhadapnya telah mati tertembak pelurunya sendiri. Dia kemudian ingat sahabatnya yang penuh canda itu, setiap cekikiknya dan setiap waktu yang habis bersamanya. Dalam hati dia mengutuki dirinya sendiri, dia menyesali segala perbuatannya. Dia berharap dapat membalikkan waktu namun sia sia, waktu bergitu kaku, hanya maju dan selalu begitu. Dia juga menyesal, mengatai kekasihnya sundal. Kekasih yang benar benar mencintainya yang juga dia buat luka dihatinya.
Albert terhuyung berdiri menuju kamar mandi, menyeret sesal dalam diri. Pistol yang membunuh sahabatnya dia taruh di sudut wastafel. Dia ambil kembali pistol tersebut dan menaruh ujung pistol itu pada pelipis kirinya.
"Sahabatku, maafkan aku mengantarkanmu ke surga terlalu cepat, sekarang biarkan aku mengantarkan diriku sendiri ke neraka. Aku ini iblis, dan kamu malaikat. Maafkan aku sahabatku, aku menyesal atas apa yang aku lalukan terhadapmu."
Albert menarik pelatuk pistolnya, sesaat kemudian peluru itu melesat menembus kepalanya. Dia tewas dengan membawa penyesalan dalam dirinya. Penyesalan yang mungkin masih dia bawa sekalipun roh sudah meninggalkan dirinya.

Tuesday 9 September 2014

Kita Menelan Sepi

Mulutmu begitu indah dengan batang rokok yang kau selipkan diantara kedua jemarimu.
Mungkin pahit dunia tak sebanding dengan serakan alkohol dimeja kita menelan sepi.
Kamu tak peduli sekalipun sebagian orang menganggap kita kotor.
Kamu tak peduli karma sebab nasib telah menyeretmu didalamnya.
Malam tak pernah kau lewati dengan sepi, sebab hingar menemanimu hingga pagi.
Lampu menyorot kita sesekali dengan sadar yang hanya seujung kuku ini.
Kita akan kelantai dansa, untuk sedikit bergerak menikmati musik dan menumpahkan palsu kita seharian kepada dunia.
Dini hari selalu seperti ini, kau dan aku yang selalu ingin menelan sepi.

Friday 5 September 2014

Perempuan yang Datang Bersama Hujan

Sepi kian memburu, langkah langkah kecil menuju lelap terhalang oleh bayang. Bulan sedang mengintipku diluar jendela yang sengaja aku buka, semilir dari angin masuk melalui celah celah. Pada pukul sekian tidak ada kepedulian pada tubuh sendiri.
Terkadang aku benci teknologi, memburu seenaknya saja tak kenal waktu. Entah pekerjaan atau lalu lalang jalang yang membunyikannya.
Bulan berada tepat didepan mata saat aku melangkah keluar dari pintu kamarku. Indah,setengah dan resah. Ya resah. Resah yang meracuniku sedari tadi, hingga aku mengutuki ponselku sendiri. Entahlah pikiranku kacau oleh sesuatu.
...........

Kopi tak pernah semanis ini, saat hujan turun dan kau datang untuk pertama kalinya, kuyup dan asing. Aku ingin bertanya "kamu datang bersama hujan, apa kamu juga jatuh dari langit ?" Tapi tidak, aku hanya menatapnya, dengan debar yang tak biasa.
Warung itu cukup sepi, aku didalam sementara dia masih didepan mencoba mengeringkan diri. Bajunya basah, bibirnya pucat seperti dingin sudah menjalar pada tubuhnya.
"Mas, bikinin teh panas satu dong." Celetukku begitu saja, lalu aku mengantarkan minuman itu untuknya.
"Maaf mbak, ini ada teh panas."
"Enggak mas makasih"
"Kenapa mbak ? Saya ngga niat jahat ke embak kok, saya cuma mau ngasih ini."
"Enggak mas, makasih."
"Kalo ngga mau diminum ngga papa, genggam saja, jarimu sudah pucat mungkin karena dingin." Aku memperhatikannya dan menaruh teh itu dimeja dekat dia berdiri.
"Duh mas kok jadi ngerepotin sih."
"Enggak mbak, ngga papa."
"Makasih ya mas."
"Iya mbak sama sama."
Hujan tak pernah berharmoni, degup jantungku seolah jadi metronom dan hujan membuat ketukan bernada. Kau, perempuan yang datang bersama hujan hebatmulah yang membuat irama dari ramai dentuman hujan. Kita berbincang dan saling berkenalan satu sama lain, namamu Citra, dan kamu suka senja dan belajar membenci hujan.
"Sepertinya reda Cit, udah bisa pulang nih."
"Yup, bisa pulang terus ganti baju. Basah semua."
"Dingin, rumahmu cukup jauh. Mau pakai jaketku ?"
"Ah enggak usah, makasih udah dibeliin teh sama ditemenin ngobrol sampai setengah dari celana panjangmu ikut basah."
"Ngga papa, rumahku deket kok dari sini. Toh nanti juga jaketnya dikembaliin hahahaha"
"Beneran nih ngga papa ?"
"Udahlah gapapa pake aja.... eh tapi balikin ya" gurauku.
Kami bertukar nomor ponsel dan kemudian pulang ke rumah . Aku pikir ini petang, namun aku rasa aku melihat pelangi.

Terkadang cinta yang luar biasa berawal dari pertemuan yang biasa biasa saja.

Setelah kejadian itu kami jadi sering saling mengirim pesan teks, berbicara kesana kemari, bercanda dan merencanakan pertemuan kami kembali. Dengan alasan jaketku yang dibawanya waktu itu aku memiliki alasan untuk menemuinya , ya aku akan bertemu dengannya lagi. Hari minggu, jam 7 malam di sebuah coffeshop.

"Hai, sudah lama ?"
"Ah enggak kok aku barusan juga duduk."
Kamu datang dengan rambut panjang yang tertata rapi, dress pendek berwarna biru laut dan aroma segar seperti mawar.
"Ini jaketmu, sekali lagi terima kasih untuk waktu itu."
"Ah udahlah, kebetulan juga"
Kini kami tidak berbincang tentang hujan, basah, dan segala kejadian tentang waktu itu. Kita lebih saling berbicara tentang satu sama lain dan hebatnya aku berani bertanya tentang statusmu. Dan ternyata kamu belum memiliki kekasih dan aku bersyukur atas hal itu.
"Kita bisa bertemu lagi kan ? Untuk menikmati secangkir latte lagi ?"
"Tentu saja, apa yang tidak." Katamu sambil tersenyum, senyum yang semakin menenggelamkanku pada dirinya. Entahlah, aku merasa sesak, ada sesuatu yang akan meledak dibalik rusuk, bahagia yang bercampur cinta. Aku tahu aku jatuh cinta, aku melihat segala menjadi indah. Setiap detiknya aku mengukir senyum dan otakku semakin giat untuk menggambarkan dirimu. Aku jatuh cinta kepadamu disetiap kali aku memikirkanmu.
...........

Hari berganti, waktu berlalu begitu cepat dan kita masih dua sejoli yang sedang jatuh cinta. Hari yang selalu saja diisi dengan canda, tawa dan cinta. Kita bersama dan kita bahagia.
Angin yang bertiup dari timur cukup kencang , sebentar lagi musim panas. Beberapa daun sudah nampak menggugurkan daunnya dijalan kecil yang kita lewati. Jalan itu menjadi cantik sebab tidak hanya hitam namun juga ada kecoklatan dan kuning tua. Kau mengambil beberapa gambar dan sesekali kau pamerkan padaku. Aku, memperhatikanmu dan sepertinya kau bahagia bersamaku. Aku terlalu bahagia mendapatimu.
"Eeeehh, Cit ?"
"Ya ?"
"Aku..."
"Laper ? Aku juga udah laper nih."
"Yaudah, kita cari makan. Mau makan apa ?"
"Lasagna ! Aku mau lasagna"
Aku ingin mengungkap perasaanku diantara daun daun yang sedang gugur yang mungkin masih menjadi pucuk saat kita pertama bertemu. Kau menikmati lasagnamu aku memendam perasaanku.

Setelah itu, waktu banyak berlalu dan aku tak pernah lagi menyerukan isi hatiku. Jika ada orang bilang bahwa ini takdir Tuhan untuk tidak bersamamu aku menyangkalnya, aku tak meneruskan kata kataku waktu itu. Ini salahku, ini bodohku. Aku yang munafik pada perasaanku sendiri yang sudah hampir meledak. Ini salahku yang kini membiarkan ia pergi, perempuan yang datang bersama hujan yang sekarang menghilang. Mungkin dia menguap karena kemarau panjang dan tak ada hujan. Dia yang datang bersama hujan, yang tiba tiba hilang saat kemarau panjang.

Friday 29 August 2014

Puisi yang Lelah

Ini adalah puisi yang lelah, yang baitnya tak tau arah.
Mengumpulkan sisa kata yang berserak dikepala, mematahkan segala rasa dan logika.

Ini adalah puisi yang lelah, yang bersandar dengan pasrah.
Tak ada arah kemana puisi ini akan bermuara, mungkin ketidak tahuan kini berharga.

Ini adalah puisi yang lelah, ya lelah. Aku.
Pojok yang tak disinari adalah tempat sembunyi dari kata yang tak bisa melompat dari tenggorokan.

Sebab ini puisi yang lelah, lelah bukan karena hidup melainkan hanya diam. Diam seperti bangkai yang hanya diam.

Anggap saja aku ini bangkai, yang bergerak saja tidak apa lagi merasa.
Hatiku busuk yang sekarang sudah mulai digerogoti belatung belatung sialan, maka anggap saja aku tak memilikinya.
Kau, nona dengan mata indah, tidakkah kau sedikit dikepalamu memikirkanku yang mulai membangkai di keterasingan ? Asing dari segala rasa yang dulu sempat aku miliki dan kau tinggalkan begitu saja.
Nona, aku mengaku, aku salah tidak menahanmu yang lari menjauh dariku. Bodohku tidak sadar kau ingin menjauh dariku yang dikuasai ego.
Nona, kumohon kembali dan maafkan aku. Ijinkan aku mengungkap sedikit rasa yang aku simpan.

Nona, sebab ini puisi yang lelah. Lelahku yang menunggumu.

Wednesday 27 August 2014

Waktu yang Seperti Itu

Tidakkah kau ingin disuatu pagi, ketika kau terbangun dari tidurmu ada aku yang masih begitu nyenyak terlelap sebab kau disampingku ?
Tidakkah kau ingin disuatu pagi, kau meneriakiku yang masih terlelap karena aku harus berangkat kerja untuk hidup kita ?
Tidakkah kau ingin disuatu pagi, kau menyiapkan sarapan untuk anak kita yang tidak mau makan sebelum dikecup ibunya ?
Tidakkah kau ingin disuatu siang, kau dirumah menonton acara favoritmu dan aku menelponmu hanya untuk menyempatkan diri berucap "aku mencintaimu" ?
Tidakkah kau ingin disuatu sore, kau melihatku pulang dengan senyum yang berharap disambut olehmu dan membawakan makanan kecil untuk kita nikmati bersama ?
Tidakkah kau ingin disuatu malam, setelah kita beribadah kita menikmati makan malam satu meja yang kau masak sendiri kemudian mengajari anakmu mengeja ?
Tidakkah kau ingin disuatu malam, aku mengecup keningmu sebagai ungkapan terima kasih atas hari yang kau berikan dan kau memelukku begitu erat ?
Mungkin itu inginku, tapi tidakkah kau ingin bersamaku untuk menikmati hari yang seperti itu.
Ketahuilah, aku mencintaimu disetiap degub jantung yang aku perjuangkan disetiap waktunya untuk kelak menikmati waktu yang seperti itu bersamamu.

Wednesday 20 August 2014

Dari Atas Bumi

Pada pucuk pucuk daun teh aku menitipkan sedikit ceritaku.
Aku bukan pecinta alam, karena aku hanya mencintaimu.
Kau, adalah segala rahasia semesta yang tersembunyi dalam gelap.
Angin bertiup aku tak merasa dingin, sebab rindu ini sesaki segala rasa.
Aku merindukanmu, yang dulu hadir, yang kini dihempas angin.
Kau tak pernah tahu berapa jumlah bintang yang berpijar diatasku, mungkin itu jumlah rindu yang hidup didalamku.
Aku kantung kantung rindu.
Yang jika dibuka rindu akan terbang seperti kupu kupu.
Aku merindumu, entah sampai kapan aku menuliskan rindu ini.
Sebab datangmu mungkin sudah seperti wahyu.

Kumohon Jangan

Selamat pagi.
Embun sudah menguap sedari tadi.
Pohon pohon kian bersemi.

Aku ingin menari.
Sebab girang mentari menyemangati.
Mungkin surga menarik gelap awan pergi.

Pada hari kedua puluh.
Segala ego kian hari kian runtuh.
Kita potongan puzzle yang telah utuh.

Entahlah, kurasa udara lebih segar dari biasanya.
Mungkin karena bayangmu memenuhi kepala.
Mungkin karenamu hadir aku kian hidup hilangkan segala nestapa.
Mungkin karenamu hadir hidup penuh pelangi.

Jadi janganlah pergi, sebab kehilangan mungkin akan menina-bobokan hatiku pada mati suri lagi.
Aku takut jadi mayat hidup lagi.
Jangan pergi.

Wednesday 23 July 2014

Bahagia ke Dua Satu.

Hai, aku hampir lupa untuk ulang tahunmu tahun ini.
Mungkin sekarang kamu sudah dewasa, sebab ini tahun ke duapuluh satu. Aku pikir kamu sedikit lebih tinggi. Aku yakin cantikmu menjadi jadi.
Disana lebih indah dari sini ya ? Disana mungkin krisan kuning bertebar di ladang yang luas. Apa disana ada mawar tak berduri ? Tolong petikkan, aku ingin memberikannya kepada kekasihku, atau tolong kamu taruh disamping bantalnya.
Selamat ulang tahun, bagaimana kamu merayakannya disana ? Ada steak setengah matang ? Atau mie instant dengan telur ? Maaf, aku tidak bisa menemanimu makan itu, jadi makan saja kuning telurnya. Itu juga enak dan kamu tidak boleh membuangnya.
Kamu sudah punya motor baru kan ? Iya, kamu boleh mengendarainya tapi ingat ya tidak boleh lebih dari 50 km per jam atau aku marah.
Pagi yang dingin disini, tapi masih ada beberapa bintang yang berpendar di langit, membentuk sebuah konstalasi. Apa kamu juga melihatnya dari sisi lain ? Atau disana sudah siang ? Dengan langit biru dan beberapa awan yang lari dihempas udara ?
Apapun itu, bagaimanapun itu semoga kamu bahagia disana, semoga surga lebih berwarna dan tidak ada yang bisa menyakitimu disana. Menarilah bersama angin, melompatlah dan lakukan saja apa yang kamu suka, sebab kamu sudah di surga. Lin, terkadang aku masih rindu pekik tawamu dan aku ingin mendengarnya. Tapi baiklah kamu sudah disana. Aku disini mendoakanmu. Bahagialah untuk tahun ke dua satu. Selamat ulang tahun.

Untuk Angelina Permatasari yang di Surga

Thursday 3 July 2014

Maaf Tentangnya

Maaf, hatiku mati.
Sebab rupa rupanya mencintaimu adalah bohong.
Aku berdosa, sebab aku berbohong.
Aku berbohong pada diriku.
Bahwa kau dapat hidup didalamku.
Sebab aku telah mati.
Otak dan hatiku sudah busuk.
Aku hanya bernafas dan berjalan.
Namun aku telah mati.

Maaf, memberimu luka.
Sebab dia masih hidup didalam aku dan kau tak bisa menggantikannya.
Sebab aku berdusta telah berkata bahwa aku mencintaimu, namun hatiku tetaplah dia.
Maaf aku hanya memberimu luka.
Mungkin aku hanya menghidupkan kecewa, namun bukankah aku jujur jika telah mengaku tak mampu melepaskannya.
Sekalipun dia telah pergi, namun hatiku mengharapnya kembali.

Terima kasih, kau telah menamparku.
Bukan dengan tanganmu, melainkan tanyamu.
Tanya yang menyadarkanku bahwa aku belum meninggalkannya.
Jejak jejaknya masih ada diotakku.
Bukan hanya seperti tanah basah yang terinjak, jejaknya terukir.
Waktu yang dilalui bersamanya begitu menggaris.
Sebab aku tak menemukanmu baik di hati maupun pikiranku, aku mencari. Namun aku hanya menemukannya.
Maaf, aku telah memberimu kecewa.

Monday 23 June 2014

Jawaban Semesta (Tentang Dirimu)

Bagaimana tidak bahagia ?
Candamu selalu ada.
Tawamu tak lepas dari daun telinga.
Bagaimana tidak mencinta?
Sebab denganmu hidup bahagia.
Dan karnamu, aku setengah gila.
Bagaimana tidak sempurna ?
Aku telah menjadi utuh ketika kamu ada.
Kamu berupa jawaban dari setiap pertanyaan semesta.
Bagaimana aku tidak candu ?
Sebab engkau, aku lupa rasa pilu.
Pada peluk aku memburu.

Aku bertanya pada diriku tentang segala yang ada dikepalaku.
Dan entahlah,jawab datang dengan segera seperti peluru.
Mungkin karena kamu jawaban sementara aku jawaban, sebab kita telah menjadi satu.
Mungkin karang akan hancur oleh ombak, namun kamu desir sementara aku ilalang yang menari bersamamu.
Kau, adalah misteri yang terpecahkan.
Jawaban dari setiap pertanyaan.
Potongan yang diciptakan untuk menyempurnakan.

Aku.

Saturday 21 June 2014

Bertemu Senja, Melepas Rindu

Aku menemuimu lagi,senja.
Semburat jingga diujung khatulistiwa.
Banyak rindu perawan dan jejaka menumpuk disana.

Bukankah ini janjiku kepadamu ?
Untuk menemuimu yang berperan di parodi waktu ?
Yang melucu di batas tumpukan rindu.

Waktu telah banyak berubah,senja.
Namun entahlah, indahmu tak termakan usia.
Indahmu tak termakan karma.

Senja,kau tahu jika aku menemuimu aku merindunya.
Sebab dulu aku menemuimu bersama dia.
Dan karena aku merindunya, aku mengambil sisa sisa yang kutitipkan padamu.

Rindu ini bertumpuk, tatkala aku ingin menemuimu untuk menerbangkannya.
Biar saja dia dihempas badai.
Biar saja dia berserak saat angin sudah tak mau membawanya.

Peparuku penuh dan aku ingin bernafas lega.
Senja, mengertilah sesak menyimpan rindu kepadanya.
Mengertilah, nafas ini sudah tercemar rindu.
Semesta nanar menatapku.

Senja,ijinkan aku melepas rindu.
Hidupku masih panjang, aku tak mau memikul sesal.
Senja,ijinkan aku melepas rindu.
Mungkin dengan begitu langkahku ringan.
Mungkin dengan begitu tak ada cinta yang tertinggal.

Wednesday 18 June 2014

Metamorf

Musim semi tiba,banyak pucuk daun yang segar tumbuh,kita ulat bulu yang menempel didaun hutan. Kecil hijau menggeliat penuh semangat. Tatkala surya menyapa kita sering menemui embun, sisa cumbu antara malam dengan belantara. Dingin tak terasa,sebab bersamamu aku tak menemukan rasa lain kecuali bahagia.
Aku suka kamu yang seperti halnya alam. Rambutmu adalah ombak lautan yang dibawa angin sebelum pasang. Parasmu seperti oasis ditengah padang pasir. Bisik yang kukenali ketika angin bertiup ke timur membawa awan datang. Aroma tubuhmu yang lebih segar dari suasana pagi dimusim panas.
Kita tak lebih dari ulat bulu yang bahagia bila berdua. Mungkin kita tidak indah,namun bahagialah yang mengindahkan adanya kita.
Namun proses memisahkan kita,seperti halnya ulat bulu yang metamorfosa menjadi kupu kupu. Aku ingin kita bersama, namun kau ingin lebih dulu menjadi dewasa. Sebab mungkin kupu kupu lebih cantik dari ulat bulu. Tapi tidakkah lebih indah jika kita selalu bersama ?
Kini kau menghilang ditelan kepompong sialan. Aku kesepian, sebab kehilanganmu tidak pernah terfikirkan sebelumnya. Aku seperti ditampar kenyataan. Sekarang aku ulat bulu yang berpetualang menyusuri hutan sendirian sebab kamu menghilang ditelan kepompong sialan. Aku kesepian.
Tanpamu rimba yang aku langkahi terasa sepi, tak ada pekik yang menggaung sebab isak yang sedari tadi bergulung dan lari ditenggorokan.
Sebab kini engkau telah terbang,menari bersama alam, mengecup manis bunga dipucuk pepohonan. Sebab engkau bersayap dan maka dari itu kau terbang dan tenggelam didaun daun diatas hutan.
Baiklah,aku ingin terbang menghampirimu yang bergelayutan dibunga bunga maple yang bermekaran. Aku ditelan kepompong sebab aku ingin terbang mencarimu sembari memikul rindu yang menumpuk. Ya aku merindumu,sebab aku malu, aku hanya ulat bulu sedangkan kau kupu kupu. Aku malu bertemu kamu.
Kini, kau terbang aku diselimuti selaput jalang. Suatu saat,ketika aku sudah menjadi kupu kupu akankah aku menemukanmu,sebab kau telah meninggalkanku,jejakmu tersapu angin langkahmu terhapus waktu. Aku ingin menemuimu setelah menjadi kupu kupu. Namun, dimana kamu aku tidak tahu.

Friday 6 June 2014

Diam

Diam.
Cinta diam diam.
Diam diam membawa luka.
Diam diam membawa lara.

Diam.
Cemburu hanya mampu diam.
Diam diam mencari tahu.
Diam diam kecawa tanpa hulu.

Diam.
Sunyi yang begitu diam.
Diam diam mengucap cinta.
Diam diam mengukir nama dikepala.

Diam.
Aku hanya bisa diam.
Tidak tahu kenapa aku hanya diam.
Tidak tahu kenapa cinta menarik kelam.
Diam diam hati bersemayam.
Diam diam aku pergi dengan diam.

Tuesday 3 June 2014

Gaung Dawai Senja

Jingga, ketanpaanmu di senja masih saja jadi perkara. Kudengar bunyi air yang menggaung menetes dari pipi ini, dulu merindumu tak sesakit ini. Kini mendambamu menggurat luka, menyisihkan segala tawa yang dulunya hadir kini sirna ditelan durjana.
Senja berdawai dan kamu gaungnya. Tanpamu senja tak berirama, tanpamu senja tanpa jingga.
Kini malam hadir, bintang berderet membuat gugusan. indah senyummu hanya sampai disemburat senja yang terakhir. Aku benci ucap selamat tinggalmu saat senja dimusim panas, jarak bukan perkara mudah,sebab dekaplah yang kuinginkan darimu.
Aku benci dingin dimalam sebab tanpamu hangat tak lagi menyapa, tidakkah kau kasihan padaku yang ringkuk dalam gigil ? Beruntung hatiku tak dapat beku dan membatu, tempat kau hidup dan menari.
Sekarang aku mohon untuk kau kembali, senja telah merindukan jingga sejak lama. Aku mohon kau kembali, kau telah pergi tanpa alasan bagiku selamat tinggalmu hanya kiasan. Kembalilah dan satukan kembali indah senja dan jingga, bukankah kita ada karena restu semesta.

Monday 2 June 2014

Tidurlah

Saatnya untuk kamu dapat terlelap. Pada mimpi manis yang tak berujung.
Terkadang,kenyataan begitu ingin menerkam. Maka dalam lelap sirna segala tekanan.
Tidurlah,bulan menggantung indah malam ini. Biar saja aku bercerita kepada langit, biar saja aku hanya ditemani pendar bintang.
Tidakkah kau pernah memimpikan aku dalam tidurmu ? Dalam bahagiakah ? Atau aku seperti kesatria yang menolongmu dalam ketakutan ? Aku hanya menebak.
Sekarang tidurlah, atau mungkin sudah tidur. Ini sudah hampir pukul satu, sebentar lagi matahari melompat dari sudut dan tidak ada orang yang terlelap lagi.
Maka,dalam kantukmu sayang. Tidurlah. Sebab esok tidak ada lagi mimpi yang dapat kau temui. Sebab esok cinta tak lagi jadi mimpi, tidurlah

Saturday 31 May 2014

Jatuh Kepadamu

Dalam cinta aku sayu merayu.
Aku mudah merancu.
Aku menggumam dalam biru.

Aku jatuh cinta kepada kamu.
Yang menerjang kabut kelabu.
Idaman yang membawa sejumlah harapan baru.

Kamu cantik dan senyummu lucu.
Aku tenggelam meski matamu begitu sayu.
Tatkala jingga langit melukis indahnya kamu.

Ijinkan aku untuk merayu.
Biar engkau menjadi bait pada tulisanku.
Biar daun daun terhempas membawa ucapku.

Demi Tuhan,aku ingin memilikimu.
Bagaimana tidak, kau begitu mudah untuk merayu.
Menggelitik hati yang tadinya beku.

Kau telah mengalir dalam syahdu.
Kau hidup dan berputar dalam otakku.
Kau seperti nadi yang menghidupi surga surga hatiku.

Kamu.
Lukisan pada langit biru.
Bersamamu hidup tak lagi abu abu.
Sebab kau , bahagia yang telah memberi warna dalam hidupku.

Friday 30 May 2014

Kenapa Saat Senja ?

Dibalik bayang senja, aku sedang menatap yang begitu merona. Deru terkadang membawa debu sebab angin selalu membawa rindu. Sore ini begitu indah dan langit begitu merah, aku pikir hanya hujan yang mampu membanting saka dan menariknya untuk kembali.
Daun telah banyak yang menguning sebab ini musim panas. Burung membuat formasi diatas langit, mungkin mereka sedang pamer jika mereka bersama sedang aku sendiri. Kendaraan kencang berlalu lalang dijalan, seharusnya aku merasa bising. Sepi seakan merantai.
Aku ingat, disebuah jalan dikota ini. Kita sedang duduk ditepiannya menikmati cangkir hangat yang kau dekap dengan jemarimu. Sebab hari itu larut dan hujan baru saja reda. Kita sengaja berlama lama saat malam merayap menuju pagi sebab orang tuamu sedang pergi, entah kemana. Kita bercerita ngalor-ngidul , entah apa saja yang keluar dari mulut kita. Sesekali kau  terdiam dalam kata dan sesekali aku tenggelam dalam mata.
Indah perkara sederhana, seakan bersama penangkal petaka. Aku dn kamu yang menikmati setitik gerimis setelah hujan tak lagi ada sendu dicelahnya. Bahagia tak lagi hal sulit untuk didapati ketika cinta menerka rindu hadir disisi nirwana.
Tapi seolah waktu berusaha merampas semua bahagia yang ada pada kita, waktu terlalu menina bobokan kita, mimpi adalah nyata dan begitu sebaliknya. Ketidak terimaan dari nyata kini menampar kita. Aku dan kamu begitu beda seolah tak ada sama yang menguatkan kita. Ego menjadi bumbu penyedap rasa entah kemana bahagia tercecer sekarang.
Aku dan kamu tak lagi kita. Aku pikir itu indah namun logika selalu salah dan perasaan yang memenangkannya. aku tumbandalam keterpasrahan dan sekarang tunduk pada kebaikan yang mengecoh. Tidak kah kau bahagia disana ? Semoga tidak.

Monday 26 May 2014

Jangan Memohon Kembali

Senja yang sama, ranting yang dulu ada kini terpangkas.
Waktu telah banyak berubah.
Kehilanganmu begitu menyadarkanku.
Seperti tamparan saat mimpi masih menggantung diatas kening.

Bersamamu hariku hanyalah sesuatu yang sama.
Kebahagiaan seolah tak mau lepas.
Entah dimana segala duka kau hempas.

Kau adalah alasan dari segala nafas.
Baik yang menyempurnakan dan tawa yang meriangkan.
Kau adalah alasan dari segala denyut.
Bulir dari setiap darah adalah engkau, dan kepadamu detak ini menghamba.

Mungkin tanpamu aku tak akan mati.
Namun apalah arti hidup jika aku hanya sepotong yang tanpa kamu ?

Mungkin aku akan menopang rindu.
Mungkin rindu yang begitu banyak.
Mungkin rindu yang begitu berat.
Rindu yang akan memakuku segala langkahku menuju padam.

Kekasih, aku tidak berada dalam pelukmu lagi.
Namun ketahuilah, aku tidak akan memohon untuk kau kembali.
Sebab bagiku, kau telah menetap didalam hati.

Tuesday 20 May 2014

Rindu Tak Bersamamu

Aku datang, dimasa yang tak bergerak.
Hujan menggantung dan tak menghantam tanah.
Angin tak bertiup namun daun condong tidak diposisinya.
Waktu mungkin tentang kamu, dan menghentikannya mungkin caraku berlama lama bersamamu.
Mungkin tahun sudah berlalu, ini kali keberapa dimana kamu tak ada.
Menerjang kembali waktu hanyalah cara untuk bertemu kamu.
Ketahuilah,hanya dengan rindu aku memberdayakan diri atas segala ketidak mungkinan.
Adakah kaca dihadapanmu ? Sebab kamu tidak dapat melihat matamu sendiri.
Sesungguhnya juga kamu masih mengerti,didalam bola itu aku masih hidup dan tak dapat kau ganti.
Kau begitu acuh kepadaku yang hidup didalammu.
Tidakkah kau mengacuhkan kehidupanmu sendiri ?
Sayang, ini rindu dan waktu tak henti berseteru.
Semoga kamu tahu,saat waktu telah benar benar merampasku.
Aku dan rindu sudah tidak lagi bersamamu.

Saturday 17 May 2014

Jangan Kotori Mimpi Dengan Masa Lalu

Awal yang baru dari hidup.
Aku merasakan bumi berputar.
Fajar masih disana dan selalu bergerak,menjadi senja.
Semangatku tak habis.
Ini masa depan yang panjang.

Hidup hanya seperti belati, potong saja yang bisa dipotong dan simpan yang baik.
Tuhan tidak hanya diam,Ia yang memperhatikanku dan mataku adalah matanya,jadi dia melihat apa yang aku lakukan.
Hidup baru,awal yang baru jangan kotori mimpi dengan masa lalu.

Wednesday 14 May 2014

Do'a Seorang Hamba

Aku serahkan segalanya pada-Mu, karena segalanya baik ditangan-Mu. Aku percaya takdir yang Kau tuliskan kepadaku. Maka dari itu aku berserah kepada-Mu.
Biarkan aku yang kotor ini menemui-Mu, Kau maha mendengar jadi pasti Kau mendengarku
Jadikan aku pribadi yang baik dan berguna.
Jadikan bahagia datang kepadaku.
Jadikan mereka bahagia atas apa yang membuatku bahagia.
Jadikan rezekiku melimpah dan buatlah itu berguna.
Jadikan pula rezeki mereka, saudara,kerabat dan sahabatku tak kalah melimpah.
Jadikan orang tuaku bangga terhadapku dan beri mereka sehat.
Jadikan yang baik menjadi lebih baik dan yang buruk jadi membaik.
Engkau adalah kuasa dari segala. Terima kasih mengijinkanku menghadap-Mu malam ini, Terima kasih sehat dan rizki yang Engkau anugerahkan. Aku hamba-Mu bersyukur atas segalanya malam ini.
Amien.

Mungkin Tanpa Kamu

Rindu sudah tak berseru lagi, kepadamu segala ragu mulai tertaruh.
Padahal dahulu menantimu aku tak mengeluh.
Ada ribu harap yang berdiam dalam peluh.
Hari ini hujan berhenti lebih cepat dari biasanya.
Dalam segala ragu aku buang rinduku ke udara.
Sebab kamu, aku tak lagi memiliki asa.
Daun pohon masih basah.
Aku tak lagi menceritakan hariku padanya.
Sebab dia hanya akan diam.
Tak ada panas yang membuatnya memuai kemudian bergerak.
Merindumu kini bukan lagi kegiatanku.
Sebab merindumu tidak lagi berguna untukku.
Aku ingin meniti hidup baruku.
Mungkin tanpa kamu.

Syukur tentangmu.

Mungkin melafalkan namamu sebuah kebanggaan. Dia begitu unik bagiku dan entahlah aku ingin mengucapkannya lagi dan lagi. Seperti musik yang aku dengar dipagi hari.
Aku suka matamu,pipimu dan gigimu yang tertata rapi. Aku tidak ingin menjamahnya, namun rasa gemas begitu bergemuru. Seolah tangan bangkit dari sekaratnya.
Tuturmu tak seperti pujangga,namun dengan mudah aku hanyut didalamnya. Seolah kata adalah mantra,dimana tak seorangpun mampu merapalnya.
Rambutmu yang sedikit bergelombang, aku pernah ke lautan, namun tak pernah melihat ombak seindah itu.
Ya,aku mengagumimu, kamu baik, parasmu cantik dan candamu menggelitik. Kamu seperti syukur atas kecompangan hidup. Sebab denganmu aku disempurnakan.

Lebih

Aku diam, Kamu bisu.
Aku tertawa, Kamu terbahak.
Aku berjalan, Kamu berlari.
Aku berkawan, kamu berkencan.
Kau selalu lebih.

Padahal Ini Pukul Satu

Padahal ini pukul satu.
Masih saja tentang kamu.
Rindu ini selalu membiru.
Padahal ini pukul satu.
Tapi pikiranku membatu.
Ini semua tentang kamu.
Padahal ini pukul satu.
Malam seharusnya gelap bukan kelabu.
Seperti ketidak tahuan rindu dimana dia harus menuju.
Padahal ini pukul satu.
Masih saja ada kenangan yang merancu.
Aku tidak tahu kenapa kamu seperti candu.
Ah,padahal ini pukul satu
Ribuan tanya datang seperti peluru.
Dimana kamu ?
Bagaimana kabarmu ?
Sampai pukul satu berlalu aku tetap tidak tahu.

Rima

Aku tidak akan mulai dengan kata malam.
Karena disana ada hati yang kian melebam.
Ada kenangan yang kian mengelam.
Semerbak tanah dimusim penghujan.
Berpaling darimu terasa enggan.
Mungkin wajahmu seperti picisan.
Gema air yang jatuh dari teratai.
Tak terasa kisah kita telah merantai.
Banyak kenangan yang memanjang dan teruntai.
Detak waktu begitu terdengar.
Cintamu kian menyeru seperti gelegar.
Tanpamu hidup seperti hambar.
Berada disampingmu aku dianugrahkan.
Mendengar tawamu aku diriangkan.
Mengerti gerakmu aku diajarkan.
Kamu cantik.
Senyummu menggelitik.
Pujiku tak akan berhenti meski sedetik.
Kini aku terhempas bagai daun yang tertiup angin.
Aku merasa hangat walaupun cuaca begitu dingin.
Memilikimu aku begitu ingin.
Jatuh cinta padamu seajaib bumi.
Yang berputar sesuai hukum rotasi.
Aku dan kamu yang berada pada lintasan yang sama dan berkemistri.
Aku sedang memainkan rima.
Dengan akhir kata yang selalu sama.
Seperti kita, pada mimpi yang itu itu saja.

Cara Kita Mencari Bahagia

Kulummu belum juga usai padahal ini hampir pagi, padahal ada cahaya yang sudah merambat diujung sana tapi kita masih pada geliat yang tak mau lepas.
Semburat jingga dari barat menelusup dari celah celah hordeng yang kita tutup sedari larut, dunia mengintip kita sedang bercinta sayang. Kenyataan sudah mengintip diluar jendela, namun masih saja kamu tak mau lepas.
Kenyataan selalu menampar kita kala surya menyala, bersama kita hanya dilarut larut, mungkin gelap memudahkan kita untuk bersembunyi bahkan dari diri kita sendiri. Senang saat bersama dan lupa saat kita lepas dari jangkauan.
Mata selalu mencarimu saat surya menyapaku, aku ingin satu senja bersamamu, mungkin di sebuah coffe shop dengan meja warna pastel dan katamu kamu suka latte, aku ingin melihatmu mengecup cangkir minuman favoritmu.
Kita hanya bertemu di bar yang diisi para brengsek dan pelacur, entah apa beda kita dengan mereka. Tapi sloki dan pitcher adalah bahagia kita. Semerbak ruang alkohol sudah seperti parfum vanilla anak sekolah. Bersama kita begitu kacau.
Menanggalkan pakaianmu adalah hobi baruku, aku suka melihat geliatmu yang sedikit malu. Mungkin sedikit kecup membuatmu lupa dengan malu. Aku selalu ringkuk setelah itu, karena setelah tanggal semua pakaianmu meliarlah kamu, seperti aku seorang gladiator dan kamu singa yang dilepas untuk menemaiku menghibur kesatria lain di koloseum. Aku kalah.
Lidahmu bagai samurai ditangan shogun kerajaan, tak ada jengkal tubuhku yang tak kau sayat, sekali lagi aku rebah ditindihmu. Kita selalu bahagia tanpa cinta yang terucap dari salah satu mulut kita yang selalu beraroma rum.
Begitulah cara kita mengenalkan bahagia pada dunia, Aku tak tahu mungkin buku malaikat sudah tak cukup menulis dosa kita. Kita bercanda dengan murka Yang Kuasa, maka dari itu sesekali aku memohon ampun padanya.
Kita akan berpisah, tapi perpisahan kita selalu sama. “Kita akan bertemu lagi ditempat yang sama, aku menunggumu, persetan dengan istrimu” Itu kata yang selalu kau ucap.

Manis

Ada damba yang menelan pahit, aku melihat kenyataan didepan mataku.
Kamu milikku , Ah tapi mudah saja kau menggandeng tangannya dihadapanku.
Apa aku sama dengan benda mati ? Bangku kosong di taman, mungkin seperti purnama tanpa tuan.
Begitu terik dibawah surya namun aku bisa apa ? Membedakan peluh dan air mata saja aku tak mampu.
Biar saja hujan mengguyurku, biar gemuruh langit menyamarkan rintihku.
Jika kamu bahagia bersamanya , bawa saja senyum yang pernah kamu beri. Bawa saja kecup yang pernah menempel ini.
Katanya kamu lebih perasa daripada aku ? Nyatanya aku dihadapanmu dan kamu masih saja diam, atau pura pura tidak tahu (?)
Ini aku yang masih menganggap kamu adalah surgaku, dan teganya kamu menyemayamkan cintamu pada hati yang berbeda.
Ini aku,disini tanganku. Kita pernah satu sekalipun hasta pengukur hitungan tetap tidak ada.
Ini aku, kamu masih saja bisu. Kamu pernah berteriak memanggilku tapi sekarang kamu pura pura bisu.
Ini aku , dan itu ucapan selamat tinggalmu ?
Manis

Kamu.

Geliat malam tanpa tahu kapan pagi datang. Hujan sudah berhenti jatuh, mungkin kemarau terlambat datang.
Detak jam berbunyi lebih kencang dari biasanya,entah karena kafein atau kamu mata ini sulit dipejamkan.
Aku masih terjaga,mengekspektasi bagaimana rasa telapak tangan yang mengusap rambut panjang yang keemasan itu. Mungkin dia jauh lebih lembut dari sutra. Mungkin juntaian panjangnya adalah kekasih angin. Angin yang memicu cemburu karena dia selalu dengan mudah membelainya.
Belum lagi matamu,yang didalamnya adalah jurang dimana aku ingin jatuh didasarnya. Aku ingin ringkuk didalamnya dan tak mau bangun lagi. Biarlah dia menjadi cerminku, yang tahu segala salah dan kurangku.
Bibir yang menyeletuk gurauan lucu,menggelitik kalbuku. Yang mungkin menjadi pengoreksi ketika aku salah. Akupun cemburu ketika ia mengecup berkali kali cangkir favoritmu.
Kamu bukan yang tercantik,namun ketahuilah bahwa mataku merasa nyaman menatapmu. Bahwa sosokmu yang membuat bola mataku bergulir kekanan juga kekiri mencari hadirmu.
Aku tidak tahu sejak kapan namun hadirmu adalah warna baru. Kini hatiku berisikan pelangi monokrom seperti eden dan bunga bunganya yang wangi sementara kamu menerjangnya begitu saja.

Aku Benci Kamu

Aku benci kamu yang selalu cantik.
Aku benci kamu yang selalu manis.
Aku benci kamu yang selalu baik.
Aku benci senyum bibirmu
Aku benci lirik matamu
Aku benci lesung pipimu.
Aku benci saat kamu merengek dan aku tak dapat menolaknya.
Aku benci saat kamu muram aku hanyut didalamnya.
Aku benci kamu saat manja dan dengan mudah membuatku tertawa.
Aku benci kamu yang tertawa sekalipun candaanku tak lucu.
Aku benci kamu yang begitu peduli terhadapku saat aku gulana menghadapi dunia.
Aku benci kamu yang sabar,meski terkadang aku sedikit nakal dan kamu sering memakluminya.
Aku benci kamu.
Ya aku membencimu karena aku tidak bisa untuk tidak mencintaimu.
Ya aku membencimu karena aku mudah untuk jatuh didasar hatimu dan tak mau bangkit.
Aku membencimu karena aku sedang berada dimimpiku yang tanpa siapa siapa dan kamu selalu hadir untuk kuraih. Seolah kamu adalah mimpi sebenarnya.
Aku benci itu.

Rancauan Rindu

Ini larut mataku kian kusut.
Nadiku masih kamu,debarku memanggilmu dan nafasku menghirup rindu.
Teruntuk kamu yang mungkin tengah bermimpi atau sedang mengangkat sloki, disaat seperti ini rindu ini berbunyi.
Tengah duduk didepan kaca,aku.
Disudut otak menari,kamu.
Rindu tak kenal waktu,dia datang seperti peluru dan aku rusa yang berlari mengelak dari itu.
Kadang bodoh diri yang tak dapat mengelak dari rindu,tapi rindu juga seperti takdir yang harus dilalui.
Aku rindu kamu, kamu tidak rindu jingga surya fajar kita. Mungkin dia sudah dewasa sekarang karena kita sudah tidak pernah menemuinya. Atau barang kali dia sudah menjelma menjadi titik titik embun. Sebab aku dan mungkin juga kamu hanya melihat pendar lampu kota saat ini dan fajar ingin tetap menemani.
Kamu tidak rindu cangkir kecil kita ? Kamu tidak rindu mengecupnya berkali kali dan mendekapnya ? Atau kamu sudah rela dia dikecup orang lain ? Atau sudah ada cangkir yang lebih manis disana ?
Banyak yang aku rindu darimu, setiap jengkalmu aku mengenalnya dan membuatku candu. Bahkan aku masih sering mengucap katamu.
Aku benar benar merindumu, bagaimana kamu bisa menahan rindumu ? Atau kantung rindu dalam hatimu bocor sehingga dia tercecer di jalanan kotamu. Sampai rindu itu terinjak lalu lalang kendaraan atau memuai kelangit karena panas. Namun saat aku kesana aku tidak menemukan apa apa. Sekalipun jejakmu,itu tidak ada.
1 note

Hari yang Panas,Dosa dan Pesta Para Setan

Mencium tengkukmu aku dilanda rindu, kita sedang pada diam hanya nafas kita yang saling berpacu.
Lipstik merah tak lagi tergores pada tempatnya,kini dia melebar disekitar bibirmu.
Udara sedang panas hari ini, pendingin ruangan tidak bekerja dengan baik, ah tapi kita sedang baik baik saja dan tidak mempedulikan sekitar kita, mungkin mereka terlalu serius pada hidup masing masing.
Tapi kita pada bahagia. Entah dosa entah apa, bahagia terkadang tercipta dari sana.
Jutaan setan berpesta,namun kita masih saja tuli dan tak mendengar apa apa.
Rambutmu yang acak acakan kini sudah rapi kembali,nafas yang memburu kini sudah tidak ada lagi. Aku menatapmu begitu dalam pula kau melakukannya.
Aku tidak ingin pergi dari sini dan kau menginginkanku tinggal. Aku benci ada haru setelah tawa.
Semoga kelak,jarak mudah saja untuk kita potong. Sementara jariku tetap mengisi sela sela milikmu.
Aku akan selalu merindu saat bersamamu

Kota Para Raksasa

Aku berdiri di tempat yang segalanya adalah besar,mungkin ini kota para raksasa atau mungkin otak mereka hiperbola dalam mencipta.
Aku kagum dengan megahnya pula lampu kota yang benderang sempurna pengganti bintang yang tak berpendar disini,mungkin mereka malu atau sudah memalingkan sinar mereka ketempat yang lebih membutuhkan.
Kala siang,lalu lalang kendaraan begitu sibuk,bahkan polusi tidak lagi menari,mereka hanya memadat. Tak ada tempat untuk bergerak.
Aku sedang di kota para raksasa,mungkin mereka berdiri dibalik pilar pilar langit itu. Atau mereka sedang sibuk menciptakan atap yang bukan dari langit.
Sesekali ada lahan yang masih hijau, hanya di kiri atau hanya dikanan. Hanya sebagian. Mungkin mereka takut tumbuh,karena para raksasa bisa menginjak mereka dengan mudah.
Ada juga budak dari raksasa itu aku lihat,mereka sebesar aku, hanya saja ego mereka lebih hebat. Aku tahu mereka baik. Hanya kepada para raksasa tentunya,siapa lah aku dihadapan mereka.
Tentu saja aku juga bersenang senang disini,di kota para raksasa. Dengan mereka aku tertawa, bukan mereka lucu dengan citra bijak mereka. Melainkan, sampai kapan Tuhan tidak peduli dengan mereka yang merusak maha karya-Nya. Bumi

Untuk Suara Lucu Pengisi Senja

Hai,suaramu pada sore adalah pengantar senja yang baik. Tidakkah kamu ingin sedikit berbicara padaku bukan pada mikrofon itu yang mengudarakan suaramu yang lucu dan selalu begitu ? Ya bicara tentang apa saja,aku bisa membuatmu terpingkal dan hanyut dalam satu waktu. Aku ingin mendengar suaramu langsung dari getar pita suaramu bukan dari speaker di kantorku yang sedikit berdebu dan berisik sinyal sesekali merubahmu.
Aku tidak ingin berpanjang pada kata padamu penyuara senja yang lucu. Tapi bagaimana kabar hatimu ? Masih terikat pada masa lalu ? Masih saja kamu berharap pada lelaki brengsek itu. Aku tidak menyalahkanmu,hanya saja setelah itu jangan kamu menganggap bahwa setiap lelaki yang disekitarmu itu sama. Ya,itu saranku.
Aku melihatmu beberapa hari yang lalu,aku lihat senyum itu sementara mobil dan truk truk nakal itu mengibaskan rambutmu dan membawa debu. Namun,masih saja sama. Kau dan pesona tak terpatahkanmu memberi detak berbeda pada jantungku.
Ini aku,terima kasih untuk suara yang selalu mengisi senjaku. Semoga Tuhan selalu memberkatimu,perempuan lucu suara pengisi senja

Untuk Yang Pertama (Muara Dari Kagumku)

Ribu malam berlalu,apa kabarmu ? Langit menyapaku senyummu menghampiriku. Kepada lampu malam disekitarku aku bertutur kepadanya bahwa dulu, mereka tidak lebih cemerlang daripadamu,sekalipun pada siang,cerahmu tetaplah yang mutlak.
Aku ingat dulu bagaimana kamu begitu mudah mempesonaku, menjebakku pada kagum terhadapmu. Setiap pagi,pada kendaraan umum yang aku naiki aku bertaruh. Untuk bertemu denganmu,mencoba lebih dekat kepadamu dengan cara yang begitu bodoh. Ah ya,mungkin aku harus bercerita saat riang bunyi bel sekolah saat itu, kamu bercanda dengan temanmu dan aku terperangah olehmu, mungkin pelajaran hari itu keluar dari otakku,tercecer pada lantai kelas oleh karena kamu menjejal otakku.
Lucu jika aku mengingat hal hal kecil saat aku menemukanmu. Aku sempat bertanya pada diriku saat itu yang masih lugu “ini cinta ?” Sambil berjalan menjauh dari sekolah dan berisik kawan kawanmu. Pada jalanku menuju pulang langkahku dihiasi tanya dan kamu seolah membayang dihadapanku.
Masih saja tentang kamu yang pada hari kedua aku tahu bahwa kamu kakak kelasku,masih pada hal lucu ,sekarang saat aku berangkat menuntut ilmu,pagi itu cukup dingin dan hari itu aku berdesak pada kendaraan umum, sudah tidak ada kamu diotakku pagi itu,mungkin buai malam yang melelapkanku menghempaskanmu sejenak dari otakku. Aku duduk pada pojok kendaraan umum itu melihat lalu lalang kendaraan yang pada saat itu belum seramai sekarang , sampai kendaraan itu berhenti dan kamu masuk,dengan tidak peduli kamu duduk disampingku yang mengenakan seragam yang sama denganku. Aku melihatmu ,dengan nyata kau berada disampingku. Aku tidak tahu apa yang aku harus lakukan,mungkin dengan menyapamu akan memperburuk keadaan, maka jadilah aku hanya diam tak mempedulikanmu yang duduk disampingku. Pada bisu kita ,entah kenapa aku berpeluh pada dingin pagi yang masih saja aku rasakan. Didekatmu aku merasa gugup,sunyi menjadi pada kendaraan yang berisik,aku tak tahu apa yang terjadi saat itu. Aku hanya tahu bahwa aku harus bisa selalu berada didekatmu. Gugup ini menjadi candu.
Teruntukmu yang membuatku gugup pada pagi yang begitu dingin. Aku sudah lama tidak bertemu denganmu. Entahlah,masihkah aku gugup bila berada didekatmu. Tapi semoga kamu baik baik saja dan semoga tidak semua lelaki menjadi seperti aku saat bertemu denganmu. Selamat malam

Kepada Angin

Kamu yang pernah membelaiku begitu lembut, syahdu yang pernah mengiringi kita pada musim panas. beberapa daun kau gugurkan mengisi romansa yang tak mampu berkutik dalam indahnya kita saat itu.
Kamu yang pernah menghidupkan benda mati, gerakmu yang begitu mistis begitu mengagumkan dibuatnya benda benda mati terperangah oleh karenamu. Aku ingat pesonamu dan jadilah aku merindu karenanya.
Apa kabarmu ? Semoga harimu masih baik seperti saat bersama aku, candamu masih seperti dulu ? Apa matamu masih berisi aku ? Siapalah aku dengan tanyaku.
Gelap bulan masih jauh dari purnama , pada surat cinta yang pertama aku menulis segenap rinduku padamu. Semu kala senjabersamamu masih membelit otakku buai dari waktu tak dapat menghilangkan kenangan itu.
Teruskan gerakmu tetaplah menjadi angin yang selalu membawa bahagia kepada setiap dari mereka yang kau belai dengan katamu. Kamu adalah bahagia, kamu adalah bintang yang menggaris atmosphare yang membawa ribuan harapan dari orang orang yang menitipkan doanya kepada Tuhan kepadamu.
Teruntuk anginku yang pernah membuaiku, yang menghempas pergi bersama awan bertiuplah kearahku, aku adalah mata angin yang harus kau bawa menuju mimpimu, Aku adalah daun yang hanya dapat menari jika kau menghempasku. Kemarilah, datanglah kepadaku.

Kita sudah pada beda

Kini terik tak seindah dulu,kamu adalah satu satunya cahaya yang aku cari. Semerbak wangi yang selalu aku kenali.
Dulu aku bisa menikmati keduanya, hangat fajar dan cemerlang senyummu . Sementara cangkir kopi didepan kita hanyalah pemanis.
Kata manismu,cerita lucumu dan resah tanyamu akan kabarku aku mengingatnya
Kita sudah pada beda, kamu yang mungkin sibuk dengan bahagiamu yang baru dan aku dengan bahagiaku yang aku cari.
Kita sudah pada beda

Sajak kepada malaikat kecil yang pantang menyerah

Tersenyumlah malaikat kecilku yang selalu saja menggelitik pada hari hariku, dengan manja yang melengkapi canda, kita tertawa tanpa memikirkan nasib dunia.
Maaf karena aku telah melewatkan satu hariku yang begitu penting berpuluh jam berlalu, Hari dimana Tuhan pernah melepaskan satu malaikatnya turun kebumi dan merasuki rahim ibumu. Aku melewatkan perayaan suci itu.
Kau pasti melewati puluhan lilin yang berpendar untukmu pada hari itu,dimana kau menyelipkan doa pada setiap lilin yang kau padamkan dengan hembusan nafasmu, doa yang mudah saja kau tiupkan hingga berbisik di telinga Tuhan.
Aku menulis ini untukmu,tatkala embun masih membekukan, riuh burung belum terdengar dan kamu terlelap dengan katup mata yang tanpa dosa.
Selamat menjadi dewasa, jadilah karang yang bukan hanya kuat, namun dapat menjadi topangan dunia. Jadilah air yang tidak hanya bergemercik, namun juga menyejukkan. Jadilah api, api yang tak mudah padam hanya dengan tiupan angin, api yang membara dan dapat memecah gigil dengan begiu mudah.
Jadilah seperti krisan, bukan sekedar indah, namun menyamankan orang yang berada disekitarmu. Berdirilah,terbang dan raih mimpimu dengan usaha yang tak kenal patah. Kamu adalah malaikat yang pantang menyerah

Teruntuk Bola Matamu

Demi apa aku terbangun pada pagi sedini ini ? Terlalu dini seperti kisah kita yang terlalu cepat berakhir. Entah ini pagi atau apa,aku tak kenal waktu selama kau masih jadi penguasa dalam otakku. Haruskah aku merangkai setiap dari embun menjadi bait agar kau tahu betapa dinginnya ucapku,lirih dari tulisanku.
Ini adalah pagi yang entah kenapa aku masih terjaga, menantinya atau memang waktu benar benar tentang kamu. Aku melalui setiap detikku dengan iman “satu detik aku lalui,maka satu langkah kau mendekatiku.” Jika benar seperti itu, berapa detik lagi agar aku mendengar derap langkahmu ? Aku belum mendengar derap yang sama setelah derap itu menjauh.
Tidakkah kau ingat,kita pernah tertawa tanpa alasan, tanpa sesuatu yang lucu disekeliling kita, kita pernah bahagia saat kita pernah bersama dan aku masih ingat kita tertawa entah karena apa. Senyummu seperti celah untuk menatap surga ,dengan tenang aku menikmatinya.
Kita bukan lagi seperti angsa yang sedang berenang bersama, riuh diantara bisu danau kala senja tiba. Sekarang kita seperti dua nahkoda pada bahtera yang sama dan namun ketika bahtera itu menghantam karang kau lari dengan sekocimu meninggalkanku dengan aku yang berusaha tetap mengapungkan bahtera kita. “Kita” sedang menuju ajal dimana jantung dari “kita” sedang berdegub lemas,aku memompanya dan kamu menari nari bersama tubuh barumu.
Semua harapan tidak haruslah diperjuangkan,aku belajar darimu. Terkadang mimpi terlalu tinggi untuk digapai sekalipun dengan melompat atau terbang. Terkadang mimpi itu terlihat kecil dan sederhana,akan tetapi ketika mimpi itu mendekat dan semakin dekat rentangan tangan sekalipun tak mampu mendekapnya. Hingga mimpi itu terus mendekat dan menerjang kita membuat kita terpelanting ketepian sedangkan mimpi itu berlari terus menjauh dari tatapan mata.
Aku bercerita kepada dinginnya pagi betapa hebatnya rindu ini tak pernah menjadi basi,sesuatu yang sudah tidak layak untuk dinikmati. Teruntuk bola matamu yang didalamnya pernah terdapat aku, berjanjilah kepadaku, biarkanlah aku tetap berada didalamnya dan tataplah kekasihmu hingga dia terperangah, bahwa bola matamu telah terisi dengan aku, bahwa bola matamu memiliki bayanganku, bahwa aku masih hidup didalam hatimu.

Candu dari Pelukmu

Aku setengah sadar,aku merasa ada lembut yang mendekapku dengan begitu fasih. Ada nafas hangat meniupi dadaku. Ada rambut halus diujung pelukku.
Teruntuk kamu yang meringkuk nyaman dalam pelukku, yang mencari cari hangat meski diluar surya masih menyengat. Kita seperti sepasang bayi kembar yang baru terlahir. Menikmati oksigen pertama kita setelah pacu nafas kita memburu dalam nafsu saat bercinta.
Aku menikmati pelukmu,begitu menikmatinya aku hingga aku tak berani bergerak,takut gerakku membangunkanmu,sekalipun keningmu adalah sasaran empuk,muara dari kecupku,aku takut membangunkanmu.
Melihatmu terlelap aku seperti dianugrahkan, aku menatap garis matamu yang tegas dimana saat ia terbuka aku melihat kristal peramal yang dapat melihat masa depan. Ya,dimatamu aku menaruhkan mimpiku,sesuatu yang kelak kau akan melihatnya menjadi kenyataan.
Kita begitu dekat saat kau masih terlelap dalam pelukan,hingga aroma tubuhmu meracuni setiap saraf diotakku. Begitu teracuninya aku sehingga menjadi candu,membuatku menghirupnya lagi dan lagi. Aku tak membutuhkan ekstasi untuk berfantasi.
Jika pelukmu adalah surga,maka neraka sekarang jauh dariku saat ini,didekatmu aku merasa sejuk meski es abadi meleleh dengan terik sehebat ini. Hanya kamu yang dapat memutar balikkan hukum semesta ini.
Sungguh aku menikmati pelukmu sayangku,meski cepat atau lambat ini akan berakhir, suatu saat aku akan meminta peluk yang sama,lagi dan lagi. Hingga aku terbiasa dalam peluk ini,hingga kelak keriput menggurat tubuhku. Aku akan tetap meminta peluk yang sama. Lagi dan lagi

Teruntuk Gadis Bernama Ganis

Sorot mata yang selalu aku pandang setiap sore. Sorot mata yang sepintas namun menenggelamkan, Sorot mata yang memberi nyawa pada setiap tanda tanya yang menggantung pada tirai logika, “kenapa harus dia ?”.
Aku yang selalu memujinya dalam diam dan dia yang diam untuk menjadi pujian. Begitulah kita yang saling bisu saat tak perlu, yang bertegur sapa tanpa rasa, yang berbagi canda bagi akrab semata.
Kita seperti rak rak buku yang terbengkalai, kita punya banyak kata yang bisa dirangkai menjadi indah, namun sama sekali tak ada yang keluar dari setiap sudut kita hingga mungkin menjadi rumah nyaman bagi laba laba yang sebenarnya hanya ingin singgah.
Mengagumimu tidaklah berat, dengan berdiam saja aku sudah bisa melakukannya layak daun yang menari begitu saja saat angin menyapanya. tak sulit bahkan ujung kelingkingku sekalipun kagum terhadapmu.
rambutmu yang terhelai begitu indah, matamu berpendar cemerlang dan lesung pipimu seakan muara bagi kecupan. Teruntuk gadis yang aku kagumi , kamu adalah sempurna dari kecompangan hidup, garis dari bintang ke bintang yang menciptakan rasi.

Ranting yang Terlalu Rapuh Untuk sekedar Mimpi

Tak pernah dapat kau jumpai pelangi yang membentang dikala senja dibulan ini.
Benar juga,bagaimana bisa melihat senja jika matahari saja tertutup awan.
Ya, aku adalah pelanginya dan kamu adalah senja, aku akan hadir jika ada restu darimu, membiaskan rinai hujan terakhir untuk menciptakanku.
Kita adalah dingin yang disekap dalam ruang gelap,dingin kita terselubung.
Kita saling tertawa tapi entah kenapa ada saja hal yang membuat kita tiba tiba saling diam.
kita adalah supernova yang berpijar terlalu terang menuju ketiadaan,cinta kita tinggal harapan.
jika saja kamu tahu aku benar merindumu yang dulu, yang senyumnya masih untukku
Kita sekarang hanyalah bualan masa lalu , impian kita tergantung di ranting yang terlalu rapuh untuk digantungi sesuatu yang berat ,mimpi kita terlampau hebat.

Aku,Bukan Siapapun yang Lain

Aku bukan siapapun yang lain dihidupmu,sekalipun terkadang aku sama,aku bukan siapapun yang lain.
Seakan semesta meredup seketika ketika “haha,kau mirip dengannya.”-mu memecah hening yang sedari tadi sengaja aku cipta.
Dalam segala diam aku mencaruk marahku dan meredamnya dengan “oh ya ? Tapi aku bukan dia.” Tutur pasrahku yang begitu saja.
Sekalipun Tuhan menatap seseorang sama,tapi ketahuilah aku bukan dia,aku benci untuk kau sebut mirip dengannya,seakan kemiripan itu haram ditelingaku.
Angin berderu begitu kencang sebagian daun hanya bergoyang dan sisanya terhempas terbang entah kemana sementara aku terkesima dengan helai rambutmu yang ikut terhempas.
Kita adalah paradigma, kebersamaan kita hanyalah bualan.
Kita adalah bahtera besar yang hidup dalam badai tanpa kesudahan, menunggu tenang atau kita terjungkal dan hancur menerpa karang.

Rasa Kopi

Aku merasa ada yang baru, ketanpaanmu yang membuatnya dan cangkir kopi menertawaiku.
Hebat sekali,sering kesendirian membuatku nyaman,namun ketanpaanmu membuat yang kosong menjadi hampa,aku ringkuk.
Pagi yang masih terlalu aku terjaga, berharap kau memecah hening melalui dering ponselku yang aku tunggu,namun tidak.
Jika aku adalah Tuhan,kamu adalah fajar yang aku tarik,senja yang aku jaring dan terik yang aku topang,aku rakus jika ini tentangmu.
Tanpamu jantungku berdetak tanpa alasan,mata yang menyorot penuh memelas, dan nafasku tersandung sandung ditenggorokan.
Tanpamu membuat semuanya berbeda,namun aku tak dapat membenci ketanpaan ini atau hal yang mengandung kamu.
Aku terseok dalam perjalananku sekarang,haruskah sekarang aku merangkak agar aku tak jatuh,jatuh dalam penyesalan aku pernah meninggalkanmu.
Sudahlah,mungkin kau sedang menata mimpimu,terlalu sibuk terhadapnya. Sudahlah biarkan aku berdiam dan menunggumu.

Aku Benci Angin Malam Ini

Aku benci angin malam ini,yang terlalu riuh menyerukan namamu.
Riuhnya meringkukkanku, membuatku menjimpiti rindu yang sempat tak bertuan
Rindu yang menggelitik jemariku dilantai lantai penyesalan aku pernah meninggalkanmu
Aku benci angin malam ini,yang dinginnya menyeramkan, yang menghadirkan rasa sepi,ketanpaanmu.
Aku benci angin malam ini,meski geraknya direstui Tuhan,aku membencinya,membuatku tersadung sandung menanyakan kabarmu berharap angin membawanya dan kau mendengar seruku.
Aku benar benar merindukanmu disekapan angin yang aku benci,rindu ini benar benar menyedihkan.
Adakah kau disana sempat memikirkanku disela sela candaanmu bersama sahabatmu ?

Mencintaimu Tanpa Tanda Baca

Aku mencintaimu tanpa koma, seperti halnya “aku,cinta kamu” Karena aku tidak mau menekankan cinta itu
Aku mencintaimu tanpa titik,seperti halnya “Aku cinta kamu.” Karena aku tidak mau menganggap cintaku cepat berakhir seperti kalimat singkat.
Aku mencintaimu tanpa tanda tanya, seperti halnya “Aku cinta kamu ?” Karena aku tak pernah ragu akan cintaku padamu
Aku mencintaimu tanpa tanda seru, seperti halnnya “aku cinta kamu !” aku tidak perlu berseru,sekalipun dalam hati,kamu tahu aku mencintaimu
Aku mencintaimu tanpa tanda petik, seperti halnya ‘aku “cinta” kamu’ Karena aku tak punya maksud lain,aku hanya mencintaimu
Aku mencintaimu tanpa tanda baca ,aku mencintaimu, bahkan tanpa menggunakan jeda.
Ya ,”akumencintaimutanpajeda”.

Dulu Kita dan Kini Beserta Pilihanku

Aku sedang berbaring,masih dikasur yang sama saat kita bercinta dulu.
Bercak bercak noda masih menghiasinya seperti gelembung gelembung ditepian semenanjung.
Aku ingat betapa jarak yang tercipta diantara kita adalah nol, hingga detakmu yang berpacu dapat kurasa didadaku.
Semut kecil pun sulit membedakan mana keringatku dan mana milikmu,kita satu.
Masih padahal yang sama ketika aku merasakan buruan nafasmu dileherku,seperti angin pada badai saat kemarau sedangkan aku merasa sesak ,dadaku tertekan ketopong prajurit thor milikmu.
Hingga semua berakhir begitu saja dan kita berbaring kelelahan layaknya anak kecil bermain layangan disavana yang luas.
Kini semua berbeda ,aku sendiri dan aku terdiam dijarak kita kini yang terasa begitu jauh.
Kamu disana yang sedang bersamanya dan aku memilih sendiri.
Aku tidak ingin dicintai dengan cinta yang bercampur kasihan,tidak.
Aku tidak ingin asal pilih untuk mencari penggantimu,aku tidak ingin melalui hariku dengan kepalsuan cinta yang aku cipta.
Beginilah aku dan ragaku yang menantikan jarak diantara kita menjadi nol kembali.

Aku benci pagi yang seperti ini

Aku benci pagi yang seperti ini,ketika aku merasakan oksigen pertamaku namamu meracuni otakku,membangunkanku dari lelapku yang terlalu
Aku benci pagi yang seperti ini, ketika aku membuka mata ,kasur memenjarakanku,mataku terbelalak dan langit langit kamarku seperti gallery dari senyum manismu
Aku benci pagi yang seperti ini, di kopi pertamaku yang hanya aku aduk aduk masih saja aroma kafein ini bercampur namamu,menyerang otakku, membuatku setengah sadar,seperti ampas ampas yang hanya mengambang begitu saja dipermukaan gelasku
Aku benci pagi yang seperti ini,menit berlalu fajar telah menjadi terik dan menamparku dari seribu imajinasi yang tercipta,meyakinkan sebuah nyata jika kamu … sudah tidak disini

Disebuah Pagi,Didekat Fajar

Disebuah pagi, didekat fajar.
Cahaya muncul dari barat menyobek kalbu keheningan
Mencari jawaban diantara gelap
Membangunkan mereka yang tengah terlelap
Disebuah pagi,didekat fajar
Burung burung mulai riuh bernyanyi
Aktivitas yang baru akan dimulai
Setitik harapan baru gambaran hari
Disebuah pagi,didekat fajar
Aku yang terjaga menanti senjaku kembali
Aku sudah tidak peduli tentang hukum rotasi
Aku hanya ingin dia kembali
Disebuah pagi,didekat fajar
Cerita lain dari senja yang telah menjadi fajar
Setelah menghilang dia kembali dengan sosok yang samar
Dia yang berbeda dan membuatku gusar
Disebuah pagi,didekat fajar
Mungkin sesuatu akan berubah dan menjadi sosok yang lain ketika dia menghilang dan kemudian datang
Atau mungkin dia membuatnya seperti itu agar aku tak menganggapnya seperti dulu,yang dapat kurengkuh
Aku tak peduli lagi tentang senja atau fajar, tapi aku mencintainya

Cerita Jum'at

Deru mesin yang membara memanaskan suasana dialun alun kota,hanya mereka dengan motor motor bermesin tune up. Belum ada pelacur yang berkeliaran ,hanya segerombolan wanita muda dengan pakaian mini-nya yang berbagi canda dan tebar pesona
Malam yang cukup cerah untuk jumat yang penuh obsesi,ya , obsesi mereka yang sedang berpacu dan bersaing gengsi demi merengkuh pencitraan dimalam penuh gairah
Muda mudi penuh aksi bertindak. Entah kenapa aku hanya diam disini,menatap nanar masalalu yang penuh kebersamaan.
Malam dimana banyak sahabat berkumpul dan bercanda ,meninggikan sombong masing masing, bercerita menarik fajar yang masih terlampau jauh
Malam yang dinginnya menggigit
Begitu angkuh mereka yang tidak mau membagi sedikit kebersamaannya,tapi inilah dunia , aku hidup dijamanku dan mereka dijamannya
Kota tempat dimana aku tumbuh menjadi dewasa, dimana generasi generasi baru siap merebut masa dari generasi sebelumnya dan mendominasinya
Inilah satu malam dikotaku. Inilah salatiga dengan juta jiwa muda yang bergejolak

Firasat

Aku tidak pernah tahu apa yang kupedulikan, angin merayuku dengan bisikan sementara mentari dengan gagahnya masih bersinar meski tak membantu menghangatkan suhu dijalanan ini
Ini benar benar musim dingin dimana cerah sekalipun masih ada awan awan yang masih menari diatasnya,pohon pohon sudah gundul dan daun kering masih berserakan dijalanan ini. Orang orang disekitarku mengenakan jaket tebalnya berjalan dengan sibuk seperti ada tuntutan yang menarik mereka untuk bergerak.
Aku hanya mengenakan scraft merah yang lusuh,jaket kulit ,sepatu boot dan skinny jeans duduk dibangku yang berkerangka besi dan kayu keras sebagai tempat duduknya,aku disana memandangi mereka, mengagumi kesibukan mereka karena aku masih tak mengerti apa yang harus aku lakukan.
Aku tidak merasakan dingin,sama sekali tidak,karena hati ini mungkin sudah terlalu hambar untuk sebuah rasa. Hanya ada rindu disana.
Tiba tiba sesuatu megusik hatiku,entahlah,
“perasaan apa ini ?” Batinku berbisik tak nyaman.
Angin mendadak bergemuruh,awan yang tadinya masih bisa ditembus surya kini menjadi gelap gulita seraya membawa bahaya,perasaan tak tenang ini semakin menjadi.
Titik air mulai turun, dimulai dari rintik sekarang telah menjadi badai yang berisik
Aku berteduh disebuah coffeshop disekitar situ,memesan latte dan sepotong cake coklat yang memang favoritku sembari menunggu hujan ini berlalu
Aku melepaskan scraftku yang sedikit basah dan menaruhnya begitu saja diatas meja yang cukup lebar ,aku menggosokkan kedua tanganku kemudian menaruhnya dileherku untuk mencekal dingin yang terlalu ,kemudian tiba tiba aku mempedulikan scraftku ,aku melihatnya. Firasat itu kembali.
“Jangan,kumohon firasat buruk ini tidak untuk dia Tuhan” bisikku dalam hati
Beberapa hari ini memang kita tidak saling menghubungi,karena mungkin memang kita terlampau sibuk untuk pekerjaan kita masing masing, tapi ini weekend dan dia masih tidak menghubungiku,kenapa ? Ada apa ini ? Kenapa aku dihantui oleh firasat buruk ini ?
Kuraih ponselku,mencari namanya di ponselku ,kemudian tanpa ragu aku menekan dial, namun nomornya tidak dapat dhubungi. Panik ini semakin menjadi sementara hujan seperti menertawai
kadang seperti itulah perasaan, entah ilusi atau apapun itu kita akan selalu mengimaninya
Aku tak mengerti,cake yang seharusnya rasanya manis kini telah berubah seperti tanpa gula. Jikapun aku dapat meneleportasi diriku aku akan langsung berpindah memastikan dia baik baik saja
Hujan menjadi badai ,suara ribut yang ditimbulkan hingga menembus kaca peredam suara yang mengililingi tempat ini, titik airnya menempel membuat kaca kaca dicoffeshop tersebut basah
Masih belum ada kabar darinya sementara ponselku sudah hampir mati,hujan ini memenjarakanku,menahan lariku untuk menemuinya. Ini musim dingin yang sangat menyeramkan, cuaca yang sangat dingin dan hati yang hampir meledak karena rasa khawatir.
Tiba tiba ponselku berbunyi ,menyekal sunyi ditempat tersebut. Sebuah pesan masuk yang kuharap darinya namun bukan. nomor lain, susunan nomornya begitu rancu ,ponselku tak mengenalinya. Aku buka dan aku baca pesan itu, pesan itu ternyata berisi petaka. Kabar buruk darinya.
Hujan diluar sana hampir reda namun hujan berpindah dikelopak mata ini,begitu deras hingga isakan yang tercipta serasa menyayat hati ini,menumpahkan setiap kenangan manis ketika aku bersamanya. Setiap candanya yang selalu lucu. semuanya tertumpah disana.
Dia dan firasat ini semuanya benar sementara dingin suasana setelah hujan seperti mendramatisir rasa ini. hujan di mata ini tak dapat dibendung oleh apapun terus mengalir dan membanjiri pipi. Sesal yang teramat memakanku.
Seorang barista  menghampiriku dan bertanya. “Maaf ,Anda kenapa ?” . Aku tak menjawab ,aku berdiri mengemasi barangku yang tergeletak diatas meja kemudian menyekal air mataku dengan scraft itu kemudian berjalan menuju kasir.
Dia pergi,menuju tempat dimana semua orang membayangkan tempat tersebut indah, namun bagiku indah adalah kebersamaan kita yang jarang kita dapati, hanya sesekali dalam sebulan
Aku berlari ,sudah berada ditempat terbuka dan jalanan yang basah namun aku tak melihat pelangi. Dia menyimpan sakitnya hingga akhir dari dirinya. Dia begitu mengertiku yang mudah untuk khawatir.
Senja telah menjadi malam, untaian kenangan demi kenangan terurai dan dia telah berada disamping Tuhan-Nya mungkin dia sedang memperhatikanku.
Aku hanya ingin berterima kasih kepada dia, terima kasih untuk semuanya,setiap senyum tulus yang kau berikan ,usapan tanganmu dikepalaku yang lembut ketika aku bersamamu, terima kasih untuk pundakmu,sandaran ternyaman yang pernah aku temukan
Terima Kasih