Friday 29 August 2014

Puisi yang Lelah

Ini adalah puisi yang lelah, yang baitnya tak tau arah.
Mengumpulkan sisa kata yang berserak dikepala, mematahkan segala rasa dan logika.

Ini adalah puisi yang lelah, yang bersandar dengan pasrah.
Tak ada arah kemana puisi ini akan bermuara, mungkin ketidak tahuan kini berharga.

Ini adalah puisi yang lelah, ya lelah. Aku.
Pojok yang tak disinari adalah tempat sembunyi dari kata yang tak bisa melompat dari tenggorokan.

Sebab ini puisi yang lelah, lelah bukan karena hidup melainkan hanya diam. Diam seperti bangkai yang hanya diam.

Anggap saja aku ini bangkai, yang bergerak saja tidak apa lagi merasa.
Hatiku busuk yang sekarang sudah mulai digerogoti belatung belatung sialan, maka anggap saja aku tak memilikinya.
Kau, nona dengan mata indah, tidakkah kau sedikit dikepalamu memikirkanku yang mulai membangkai di keterasingan ? Asing dari segala rasa yang dulu sempat aku miliki dan kau tinggalkan begitu saja.
Nona, aku mengaku, aku salah tidak menahanmu yang lari menjauh dariku. Bodohku tidak sadar kau ingin menjauh dariku yang dikuasai ego.
Nona, kumohon kembali dan maafkan aku. Ijinkan aku mengungkap sedikit rasa yang aku simpan.

Nona, sebab ini puisi yang lelah. Lelahku yang menunggumu.

Wednesday 27 August 2014

Waktu yang Seperti Itu

Tidakkah kau ingin disuatu pagi, ketika kau terbangun dari tidurmu ada aku yang masih begitu nyenyak terlelap sebab kau disampingku ?
Tidakkah kau ingin disuatu pagi, kau meneriakiku yang masih terlelap karena aku harus berangkat kerja untuk hidup kita ?
Tidakkah kau ingin disuatu pagi, kau menyiapkan sarapan untuk anak kita yang tidak mau makan sebelum dikecup ibunya ?
Tidakkah kau ingin disuatu siang, kau dirumah menonton acara favoritmu dan aku menelponmu hanya untuk menyempatkan diri berucap "aku mencintaimu" ?
Tidakkah kau ingin disuatu sore, kau melihatku pulang dengan senyum yang berharap disambut olehmu dan membawakan makanan kecil untuk kita nikmati bersama ?
Tidakkah kau ingin disuatu malam, setelah kita beribadah kita menikmati makan malam satu meja yang kau masak sendiri kemudian mengajari anakmu mengeja ?
Tidakkah kau ingin disuatu malam, aku mengecup keningmu sebagai ungkapan terima kasih atas hari yang kau berikan dan kau memelukku begitu erat ?
Mungkin itu inginku, tapi tidakkah kau ingin bersamaku untuk menikmati hari yang seperti itu.
Ketahuilah, aku mencintaimu disetiap degub jantung yang aku perjuangkan disetiap waktunya untuk kelak menikmati waktu yang seperti itu bersamamu.

Wednesday 20 August 2014

Dari Atas Bumi

Pada pucuk pucuk daun teh aku menitipkan sedikit ceritaku.
Aku bukan pecinta alam, karena aku hanya mencintaimu.
Kau, adalah segala rahasia semesta yang tersembunyi dalam gelap.
Angin bertiup aku tak merasa dingin, sebab rindu ini sesaki segala rasa.
Aku merindukanmu, yang dulu hadir, yang kini dihempas angin.
Kau tak pernah tahu berapa jumlah bintang yang berpijar diatasku, mungkin itu jumlah rindu yang hidup didalamku.
Aku kantung kantung rindu.
Yang jika dibuka rindu akan terbang seperti kupu kupu.
Aku merindumu, entah sampai kapan aku menuliskan rindu ini.
Sebab datangmu mungkin sudah seperti wahyu.

Kumohon Jangan

Selamat pagi.
Embun sudah menguap sedari tadi.
Pohon pohon kian bersemi.

Aku ingin menari.
Sebab girang mentari menyemangati.
Mungkin surga menarik gelap awan pergi.

Pada hari kedua puluh.
Segala ego kian hari kian runtuh.
Kita potongan puzzle yang telah utuh.

Entahlah, kurasa udara lebih segar dari biasanya.
Mungkin karena bayangmu memenuhi kepala.
Mungkin karenamu hadir aku kian hidup hilangkan segala nestapa.
Mungkin karenamu hadir hidup penuh pelangi.

Jadi janganlah pergi, sebab kehilangan mungkin akan menina-bobokan hatiku pada mati suri lagi.
Aku takut jadi mayat hidup lagi.
Jangan pergi.