Kutemukan
diriku yang lain, diriku yang didalam diriku sendiri yang sedang merayakan
dirinya. Dia merayakan dirinya dengan cara menari dengan gemulai, mungkin
seperti Rama. Dia yang bertelanjang dada menari merayakan dirinya. Dia hanya
menari untuk dirinya sendiri tak ada mata yang menatap kearahnya kecuali aku
yang menemukannya. Sebab dia ada dalam diriku, dia adalah aku yang kutemukan didalam
diriku sendiri.
Tak
ada panggung atau pencahayaan yang cukup, aku hanya melihat dia sedang menari
dengan gemulai didalam sebuah bayang. Temaram yang disekitarnya gelap. Aku tak
mendengar bebunyian untuk mengiringi tarian perayaan dirinya, sesekali hanya
kudengar suara langkah kaki yang ditimbulkan akibat tariannya.
Dia
sedang menari, kulihat sesekali dia menutup matanya menikmati setiap gerakan
yang dia ciptakan. Seolah dirinya sedang merasakan kebebasan pada gerakannnya
yang tak memiliki tempo pasti. Dia hanya bergerak dan menari dan merayakan
tubuhnya.
Semakin
lama tariannya kian melambat sampai akhirnya berhenti dan tertunduk menghadap
ke arahku. Dia mengangkat wajahnya dan membuka matanya. Aku sadar bahwa
pandangannya tajam kearahku. Dia tersenyum, senyum yang penuh penghinaan. Dia
menghinaku. Diriku yang lain itu berjalan menghampiriku. Kini aku dengannya hanya
sejarak langkah.
“Kau
mungkin aku, kau mungkin diriku. Kau yang berada diluar sana, mengecap
bagaimana kebebasan yang sebenarnya. Katanya langit itu biru maka lihatlah
langitku. Katanya tempatmu berpijak dapat ditumbuhi pohon maka lihatlah yang
kupijak. Katanya ada surya yang menyilaukan maka lihatlah pendarku ditengah.
Namun ketahuilah, disini aku merasa bebas sementara kamu ? Sebab ditempatku tak
ada dinding, maka hancurkanlah dindingmu kemudian rayakan dirimu.”
Aku
tak berkata, barangkali tak mampu berkata.
“Sebab
kebebasan itu ada jika kau ingin mencarinya.” Lanjutnya.
Kemudian
dia berjalan mundur, selangkah demi selangkah hingga tubuhnya ditelan bayang
dan pendar pun meredup kemudian hilang.
No comments:
Post a Comment