Thursday 27 August 2015

Penari

                Kutemukan diriku yang lain, diriku yang didalam diriku sendiri yang sedang merayakan dirinya. Dia merayakan dirinya dengan cara menari dengan gemulai, mungkin seperti Rama. Dia yang bertelanjang dada menari merayakan dirinya. Dia hanya menari untuk dirinya sendiri tak ada mata yang menatap kearahnya kecuali aku yang menemukannya. Sebab dia ada dalam diriku, dia adalah aku yang kutemukan didalam diriku sendiri.
                Tak ada panggung atau pencahayaan yang cukup, aku hanya melihat dia sedang menari dengan gemulai didalam sebuah bayang. Temaram yang disekitarnya gelap. Aku tak mendengar bebunyian untuk mengiringi tarian perayaan dirinya, sesekali hanya kudengar suara langkah kaki yang ditimbulkan akibat tariannya.
                Dia sedang menari, kulihat sesekali dia menutup matanya menikmati setiap gerakan yang dia ciptakan. Seolah dirinya sedang merasakan kebebasan pada gerakannnya yang tak memiliki tempo pasti. Dia hanya bergerak dan menari dan merayakan tubuhnya.
                Semakin lama tariannya kian melambat sampai akhirnya berhenti dan tertunduk menghadap ke arahku. Dia mengangkat wajahnya dan membuka matanya. Aku sadar bahwa pandangannya tajam kearahku. Dia tersenyum, senyum yang penuh penghinaan. Dia menghinaku. Diriku yang lain itu berjalan menghampiriku. Kini aku dengannya hanya sejarak langkah.
                “Kau mungkin aku, kau mungkin diriku. Kau yang berada diluar sana, mengecap bagaimana kebebasan yang sebenarnya. Katanya langit itu biru maka lihatlah langitku. Katanya tempatmu berpijak dapat ditumbuhi pohon maka lihatlah yang kupijak. Katanya ada surya yang menyilaukan maka lihatlah pendarku ditengah. Namun ketahuilah, disini aku merasa bebas sementara kamu ? Sebab ditempatku tak ada dinding, maka hancurkanlah dindingmu kemudian rayakan dirimu.”
                Aku tak berkata, barangkali tak mampu berkata.
                “Sebab kebebasan itu ada jika kau ingin mencarinya.” Lanjutnya.
                Kemudian dia berjalan mundur, selangkah demi selangkah hingga tubuhnya ditelan bayang dan pendar pun meredup kemudian hilang.

No comments:

Post a Comment